Peta Situs | Komunitas Tzu Chi | Links  
Tentang Kami | Berita Tzu Chi | Misi & Visi | Cara Berpartisipasi | Jadwal Kegiatan | Inspirasi | Kantor Penghubung | Kata Perenungan
Berita Tzu Chi
 Amal
 Kesehatan
 Pendidikan
 Budaya Kemanusiaan
 Lingkungan
 Berita Lain
 Foto Peristiwa
Pesan Master
Tanpa mengerjakan sesuatu setiap hari adalah pemborosan kehidupan manusia, aktif dan berguna bagi masyarakat adalah penciptaan kehidupan manusia.
-- Master Cheng Yen  
Lihat Pesan Lainnya
Lain - lain
 Tzu Chi E-Cards
 Tzu Chi Wallpaper
 Tzu Chi Songs
 Tzu Chi Souvenir
 Hubungi Kami
 Forum Tzu Chi

 
Tanggal : 06/03/2009

Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-55

Semangat Hidup Lila

                                                                                     artikel: Ronny Suyoto & foto: Ronny Suyoto & Hari Tedjo

Foto

* Dengan penuh perhatian, Eva Wiyogo, relawan Tzu Chi melayani dan memperlakukan para pasien baksos kesehatan seperti keluarga sendiri.

Di bulan Maret 2009 ini, rupanya musim hujan masih setia menggelayut di langit Jawa Timur. Cuaca mendung dan hujan rintik-rintik mengiringi perjalanan relawan Tzu Chi ke lokasi Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-55 di Monumen Trisula, kawasan Bakung, Blitar Selatan. Di sepanjang perjalanan selepas kota Blitar menuju daerah ini, yang tampak hanyalah hutan lebat, pepohonan, dan areal persawahan hijau yang menyejukkan mata. Suasana kehidupan pedesaan yang kental mewarnai pola kehidupan masyarakat di sepanjang jalan itu. Di lokasi yang cukup terpencil di Blitar Selatan inilah terdapat markas Brigif (Brigade Infanteri) 9 KOSTRAD dan sebuah monumen bersejarah, yaitu Monumen Trisula.


Sebuah monumen untuk memperingati perjuangan para prajurit KOSTRAD dan rakyat setempat dalam menumpas gerakan separatis Partai Komunis Indonesia (PKI) di kawasan ini.

Kerjasama yang Berkelanjutan
Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-55 ini dilakukan bekerjasama dengan KOSTRAD dan Dinas Kesehatan kota Blitar. Acara ini juga bertepatan dengan peringatan HUT KOSTRAD yang ke-48. ”Selama ini Tzu Chi sudah sering bekerjasama dengan pihak KOSTRAD dalam melakukan kegiatan sosial, dan yang terakhir adalah program Bebenah Kampung di kawasan Pademangan, Jakarta Utara. Berdasarkan suksesnya program ”Bebenah Kampung” tersebut, maka KOSTRAD mempercayai Tzu Chi untuk mengadakan baksos skala besar seperti ini,” kata Awaludin Tanamas, relawan Tzu Chi. Sepanjang tahun 2008, Tzu Chi telah melakukan bedah rumah terhadap sekitar 27 rumah di Kelurahan Pademangan Barat, Jakarta Utara. ”Selain itu, baksos ini juga bertujuan untuk mendekatkan kembali hubungan TNI dan masyarakat setempat yang agak jauh selepas operasi militer pemberantasan PKI yang dilakukan pada tahun 1960-an,” tambah Awaludin Tanamas.

Dalam baksos kesehatan ini akan dilaksanakan operasi minor, katarak, hernia dan bibir sumbing bagi warga tidak mampu yang tinggal di Malang, Blitar dan sekitarnya. Pengobatan umum dan gigi juga diadakan bagi warga sekitar yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Khusus untuk pasien operasi, sebelumnya telah mengikuti screening pasien di Yonkes Divisi 2 KOSTRAD di Karang Ploso, Malang pada tanggal 28 Februari-1 Maret 2009.

Kawasan Bakung ini cukup terpencil dan hanya terdapat sebuah tempat pelayanan kesehatan milik KOSTRAD yang hanya bisa melayani pengobatan umum. Letak rumah sakit pun jauh di dalam kota Blitar sehingga untuk tindakan operasi harus menempuh perjalanan sekitar 1 jam ke kota Blitar. ”Di daerah ini sebelumnya belum pernah ada baksos skala besar seperti ini,” ujar dr Ruth Anggraeni. Karena itulah, baksos ini disambut gembira oleh masyarakat. Pasien pun berdatangan dari berbagai kota, selain Blitar dan Malang, ada pula yang dari Bojonegoro, Lamongan, Gresik, Mojokerto, Trenggalek dan Tulungagung. Bahkan ada beberapa pasien dari Surabaya yang mengikuti screening ke-2 pada tanggal 5 Maret 2009. Persiapan pun sudah dilakukan sejak seminggu sebelumnya. Para relawan Tzu Chi dan prajurit KOSTRAD bekerja keras mempersiapkan tenda-tenda tempat operasi dan baksos.

  

Ket: - Awaludin Tanamas, mewakili pihak Tzu Chi memberikan cindera mata kepada KASAD Jendral Agustadi Sasongko
          sebelum pelaksanaan Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-55 di Blita, Jawa Timur dimulai. (kiri)
      - Selain pengobatan umum dan gigi, dalam baksos kesehatan ini juga diadakan pengobatan bagi pasien katarak,
          bedah minor, hernia, dan bibir sumbing. (kanan)

Untuk operasi minor dan katarak dilaksanakan tanggal 6 Maret 2009 di kantor Kecamatan Bakung yang berada di samping Monumen Trisula. Sejak beberapa hari sebelumnya, tenda operasi telah disegel untuk menjaga agar tetap steril. Sedangkan operasi hernia dan bibir sumbing akan dilaksanakan keesokan harinya di RS Ngudi Waluyo Wlingi yang terletak sekitar 18 km ke arah utara Blitar.

Puncak peringatan HUT KOSTRAD ke-48 dilangsungkan pada tanggal 6 Maret 2009. Acara ini dihadiri oleh KASAD Jend. TNI Agustadi Sasongko Purnomo dan Pangkostrad Mayjen. TNI George Toisutta ini berlangsung khidmat. Seusai acara seremonial, KASAD dan Pangkostrad beserta rombongan mengunjungi lokasi tenda tempat dilangsungkannya operasi minor dan katarak. Di lokasi, rombongan disambut oleh relawan Tzu Chi, Awaludin Tanamas dan dr Ruth Anggraeni.

”Saya mengucapkan terima kasih kepada Yayasan Buddha Tzu Chi yang telah bekerjasama dengan TNI AD mengadakan baksos kesehatan ini. Bagi para prajurit yang bekerjasama dengan relawan Tzu Chi, mereka mendapatkan pengalaman yang berharga dengan adanya kegiatan seperti ini,” Kata KASAD Jend. TNI Agustadi Sasongko saat meninjau lokasi operasi minor di kantor Kecamatan Bakung. Beliau juga menambahkan, ”Saat ini memang TNI, terutama KOSTRAD dan Tzu Chi sedang menjalin hubungan yang erat baik di Blitar maupun Jakarta. Oleh karena itu, dimanapun Tzu Chi berada, kami akan selalu mendukung kegiatan Baksos Kesehatan Tzu Chi yang dilakukan bagi kepentingan orang banyak.”

  

Ket: - Banyak cara dilakukan oleh relawan dan tim paramedis Tzu Chi untuk menenangkan bocah calon pasien yang akan
          dioperasi bibir sumbingnya. Sebuah balon dari sarung tangan diberikan untuk menenangkannya. (kiri)
      - Ketua Tzu Chi Surabaya beserta rombongan dari Persatuan Istri Prajurit TNI AD meninjau lokasi pelaksanaan Bakti
          Sosial Kesehatan Tzu Chi ke-55 di Blitar, Jawa Timur. (kanan)

Harapan Untuk Kehidupan Yang Lebih Baik
Di deretan pasien yang sedang menunggu antrian operasi katarak, tampak seorang laki-laki yang duduk ditemani oleh seorang wanita paruh baya. Dia adalah Bunari (32), warga Kesambon Malang Selatan. Dia bersama kakaknya menempuh perjalanan berjam-jam untuk sampai di lokasi baksos ini. Sejak kecil, Bunari telah menderita penyakit katarak bawaan yang membuatnya tidak dapat melihat sejak usia sekolah. Saat berusia 6 tahun dan masuk sekolah dasar, penglihatannya mulai berkurang drastis sehingga akhirnya terpaksa putus sekolah. ”Saat itu saya sudah sulit sekali untuk melihat tulisan di papan tulis sehingga terpaksa putus sekolah,” ujarnya pelan. Penglihatannya pun memburuk dan akhirnya kedua matanya hanya mampu menangkap bayangan saja. Hari-harinya menjadi kelam dan hanya dihabiskan di dalam rumah saja. Bunari juga tidak bisa bermain dengan anak-anak seusianya. Di dalam rumah, Bunari sudah hafal betul seluk-beluk setiap ruangan di rumahnya. Namun lain halnya jika ia harus keluar rumah. ”Kalau saya keluar rumah, harus ditemani oleh kakak atau orangtua saya untuk menuntun,” kata Bunari.

Orangtuanya yang hanya menjadi petani ketela pohon tidak mampu membiayai pengobatan dirinya. Sepeninggal ibunya yang meninggal dunia karena sakit, Bunari tinggal hanya dengan kakak laki-laki dan ayahnya yang sudah lanjut usia. Di rumah terkadang dia membantu kakaknya mengurus rumah ataupun membantu sang ayah mengurus kebun ketelanya. Kakak perempuannya yang sudah menikah tinggal bersama suaminya di desa lain. Kehidupan yang sederhana dan cenderung kekurangan ini harus dijalaninya dengan tabah, terlebih dengan kekurangan fisik yang dimilikinya membuat Bunari sulit untuk berkeluarga. ”Keluarga kami hanya bertani singkong, hanya cukup untuk makan sehari-hari saja,” kata Bunari lirih. Selain Bunari, ternyata kakak perempuannya, Sriani juga menderita penyakit gondok yang cukup parah.

Sinar terang akhirnya sedikit menyinari keluarga sederhana ini. Salah satu tetangganya yang prajurit KOSTRAD, memberi informasi bahwa akan diadakan baksos kesehatan gratis di Bakung Blitar Selatan. Dengan perjuangan dan optimisme yang tinggi, Bunari dengan ditemani kakaknya Sriani mengikuti screening kedua di Bakung yang berjarak sangat jauh dari desanya. Bunari sangat berharap bisa dioperasi dan memperoleh kembali penglihatannya yang telah hilang sejak 26 tahun yang lalu. ”Sebenarnya saya agak takut dioperasi, namun saya memberanikan diri untuk dioperasi karena saya ingin melihat lagi,” ujarnya. Setelah melalui proses screening dan dinyatakan lolos untuk operasi, Bunari merasa gembira. Meskipun dijelaskan bahwa operasi ini tidak 100% mengembalikan penglihatannya, namun ia tetap antusias. ”Paling tidak, semoga mata saya melihat lebih baik daripada sebelumnya,” katanya pelan. Operasi yang dilaksanakan tanggal 6 Maret 2009 ini pun berjalan lancar. Pascaoperasi, usai beristirahat sejenak, Bunari diperkenankan pulang dengan catatan keesokan harinya harus kembali untuk check up terakhir. ”Terima kasih kepada yayasan Tzu Chi dan Kostrad yang sudah membantu saya,” ujarnya tulus.

  

Ket: - Relawan Tzu Chi bekerjasama dengan prajurit TNI menangani setiap pasien baksos yang datang. Seusai pengobatan,
          pendampingan dari relawan juga diperlukan para pasien.

Perjuangan Lila yang Tak Kenal Lelah
Di antara peserta baksos yang tampak menyemut mengerumuni loket pendaftaran, nampak seorang gadis yang menarik perhatian. Namanya Lila Nurningsih (16 th). Rambut pendeknya yang berwarna kemerahan membuatnya terlihat mencolok di antara kerumunan pasien dan keluarganya. Namun ada satu hal yang langsung menarik simpati dan rasa kasihan bagi siapapun yang melihatnya, ia memiliki kelainan bibir sumbing dan jari kaki serta tangan yang bentuknya tidak normal. Dia datang ke RS Ngudi Waluyo Wlingi hanya ditemani oleh sang ayah, Basar. ”Hanya saya yang menemani karena istri saya harus menjaga kios dan anak saya yang kecil,” jelas Basar. Sejak lahir, Lila telah menderita kelainan ganda seperti ini. Jari-jari tangannya membengkok dan jari kakinya hanya tiga—seperti kaki burung. ”Meskipun kami sekeluarga sempat sedih, namun kami menerima kenyataan ini dan tetap menyayangi anak kami. Tak pernah sekalipun ada niat untuk membuangnya,” ungkap Basar.

Meski menderita kelainan fisik, Lila tumbuh dengan sehat. Namun ada permasalahan yang timbul saat Lila memasuki usia sekolah. Dengan percaya diri, Basar mendaftarkannya ke SD terdekat di tempat tinggalnya di Desa Ngadirejo, Pogalan, Trenggalek. Namun ada satu hal yang begitu memukul dirinya. Oleh pihak sekolah, Lila dinyatakan tidak layak untuk masuk SD Negeri dan harus dimasukkan ke Sekolah Luar Biasa (SLB). ”Saya tidak bisa menerima hal ini dan sempat marah. Akhirnya saya bawa Lila ke Departemen Pendidikan untuk menyelesaikan masalah ini,” kata Basar sedikit berapi-api. Sang ayah meyakini bahwa kepandaian Lila tidak kalah dengan anak-anak yang lain. Setelah dilakukan tes baca dan tulis, ternyata kemampuan Lila jauh di atas anak-anak seusianya. ”Akhirnya Lila bisa masuk ke SD Negeri yang kami inginkan,” kata Basar menambahkan. Lila pun tidak memiliki masalah dalam pergaulan dan tetap percaya diri meskipun memiliki kekurangan fisik. Dari kelas 1 hingga kelas 4 SD dilalui dengan prestasi akademik yang cemerlang, dibuktikan dengan selalu meraih rangking 1 di kelasnya.

Namun menginjak kelas 5 SD, mendung mulai membayangi kehidupan Lila. Prestasi akademiknya yang semula cemerlang, lambat laun menurun. Lila pun lebih suka murung dan mengurung diri di rumah. ”Rupanya pada saat itu rasa ketidakpercayaan dirinya mulai timbul. Apalagi menginjak remaja, banyak anak-anak seusianya yang mengolok Lila, dan satu kali saya pernah melihatnya dengan mata kepala sendiri,” ujar Basar sedih. Hari-hari Lila pun lebih banyak dihabiskan di rumah dengan membantu ibunya mengurus rumah atau menjaga adiknya, Luna Tini Anggraeni yang diberkahi Tuhan dengan kondisi tubuh yang normal. Bahkan Luna sangat dekat dan manja. Ayahnya pun berusaha tetap memotivasi Lila untuk tetap semangat menjalani hidup. Di sela-sela kesibukannya berkebun dan sang ibu yang berjualan kain di pasar, mereka mendidik Lila dengan sikap yang lembut dan penuh perhatian. ”Saya tidak pernah membentak-bentak atau memukul kalau mendidik mereka, supaya mereka, terutama Lila tetap tumbuh normal seperti anak-anak lainnya,” kata Basar.

Ket: - Selain bibir sumbing, Lila juga mengalami kelainan di jari tangan dan kakinya sejak lahir. Dalam Baksos Kesehatan
          Tzu Chi kali ini, Lila berharap bibirnya bisa dioperasi, yang akan membuatnya lebih percaya diri dalam menatap masa
          depannya.

Untuk kesembuhan Lila, keluarga Basar telah berupaya semaksimal mungkin. Meskipun biaya menjadi batu sandungan utama, namun tak menjadi penghalang bagi keluarga ini. ”Sebelumnya Lila telah mengikuti baksos operasi gratis sebanyak 3 kali, namun hasilnya masih kurang memuaskan,” kata Basar pelan. Bahkan Lila sempat merasa trauma dengan meja operasi. Namun untuk baksos kali ini, Lila memberanikan diri sekali lagi demi perbaikan bibirnya. Setelah melalui proses screening, Lila pun dinyatakan layak untuk dioperasi pada tanggal 7 Maret 2009 di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi. Dengan sabar dan tabah, Lila melalui segala tahapan operasi. Dokter relawan Tzu Chi, yaitu dr Agus Santoso Budi Sp.BP telah melakukan segala upaya untuk memperbaiki kondisi bibir Lila. ”Seusai operasi, mohon Lila dijaga baik-baik agar luka operasinya bisa sembuh dengan sempurna dan selama 3 bulan mendatang Lila hanya bisa makan makanan yang lunak saja,” pesan dr Agus. Dengan setia, sang ayah mendampingi Lila hingga ke ruang perawatan. Saat tersadar dari pengaruh obat bius, Lila tampak merintih dan meminta minum karena menjalani puasa sejak pagi. Namun karena tidak diperbolehkan untuk minum, dengan lembut sang ayah mencoba menghibur Lila dan menyuruhnya untuk bersabar. ”Lila adalah anak yang tidak pernah menyusahkan dan selalu menurut kepada orangtua. Yang saya pikirkan sekarang adalah masa depan Lila, karena tidk mungkin kami orangtuanya bisa terus hidup untuk menemaninya,” kata Basar pelan. Semoga usai operasi ini, Lila bisa kembali tertawa dengan bibirnya yang lebih cantik dan mampu menatap masa depannya dengan lebih percaya diri.

 

Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia
Telp. (021) - 6016332, Fax. (021) - 6016334
Copyright © 2005 TzuChi.or.id