Peta Situs | Komunitas Tzu Chi | Links  
| Tentang Kami | Berita Tzu Chi | Misi & Visi | Cara Berpartisipasi | Jadwal Kegiatan | Inspirasi | Kantor Penghubung | Kata Perenungan |
Berita Tzu Chi
 Berita Kemanusiaan
 Berita Kesehatan
 Berita Pendidikan
 Berita Kebudayaan
 Berita Lain
 Foto Peristiwa
Pesan Master
Tanpa mengerjakan sesuatu setiap hari adalah pemborosan kehidupan manusia, aktif dan berguna bagi masyarakat adalah penciptaan kehidupan manusia.
-- Master Cheng Yen  
Lihat Pesan Lainnya
Lain - lain
 Tzu Chi E-Cards
 Tzu Chi Wallpaper
 Tzu Chi Songs
 Tzu Chi Souvenir
 Hubungi Kami
 Forum Tzu Chi

 
Tanggal : 28/05/2008

Bakti Sosial Kesehatan 100 Tahun Kebangkitan Nasional

Kasih itu Selalu Ada

                                                                                            artikel & foto: Hadi Pranoto

Foto

* Karena Nermi sudah berusia lanjut dan tidak ada yang menemani, salah seorang relawan Tzu Chi membantu membawakan beras yang diterimanya dalam bakti sosial Peringatan 100 Tahun Kebangkitan Nasional di Pabayuran, Bekasi.

Meski sangat sederhana, namun rumah itu sanggup memberikan keteduhan. Halamannya terlihat asri dengan bunga-bunga yang bermekaran, memberi kesan rapi, sejuk, dan bersih. Jelas sekali jika penghuninya bukanlah orang yang suka bermalas-malasan. Tapi sayang, keindahan taman ini tak seindah jalan hidup penghuninya.

Di usianya yang genap 70 tahun, Nermi mengisi hari-harinya dengan kesendirian. Meski memiliki dua orang cucu dari hasil perkawinan anak perempuannya, Nermi tak mau mengusik kehidupan kedua orang cucunya. Padahal, kedua cucunya ini sejak bayi hingga besar, Nermilah yang merawat dan membesarkannya. “Yah, inget sama saya syukur, nggak inget juga nggak papa. Ibu ikhlas,” kata Nermi getir.


Kelopak matanya pun basah dan sembab saat melihat tempat tinggalnya sekarang, sebuah gubuk tua milik adiknya. Padahal, di ujung jalan raya sana, sebuah rumah besar di pinggir jalan raya itu dulunya adalah miliknya. “Dijual, Dik. Dijual, buat makan ama ngerawatin cucu. Tapi sekarang giliran ‘banda’ (harta –red), Mak, dah habis, nggak ada lagi yang mau nemenin,” ujarnya lirih.

Menjadi Ibu bagi Sang Cucu

Sejak suami dan anak satu-satunya meninggal dunia, Nermi seperti kehilangan pegangan hidupnya. “Martinah meninggal saat melahirkan anak yang kedua. Saya akhirnya yang nyusuin anaknya,” kenang Nermi. Begitu Martinah meninggal, suami Martinah tak lama kemudian pergi meninggalkan dua anaknya dan tak pernah lagi kembali. Jadilah Nermi seorang nenek, sekaligus juga ibu bagi kedua cucunya, Lia dan Fendi. Berbagai pekerjaan pun dijalani Nermi demi menghidupi kedua cucunya, mulai dari buruh tani, dagang, dan bahkan mengumpulkan padi sisa-sisa panen sawah orang.

Pengorbanan Nermi pun tidak putus sampai di situ. Ia bahkan mesti merelakan rumah dan harta benda peninggalan suaminya dijual untuk menutupi kekurangan kebutuhan sehari-hari dan sekolah cucunya. Meski tidak tinggi, setidaknya kedua cucunya bisa lulus sekolah menengah pertama (SMP).

Kesendirian Nermi bermula ketika Lia, cucu pertamanya menikah dan ikut suami. Demikian pula dengan Fendi yang menyusul 3 tahun kemudian. Sayangnya, begitu memiliki keluarga sendiri, Fendi dan Lia seolah lupa dengan nenek mereka. “Tinggalnya sebenarnya nggak jauh dari sini, tapi tetap aja nggak ada yang pernah datang,” keluh Nermi.

.
 

Ket: - Tak kuasa menahan haru, Nermi menceritakan kisah hidupnya. Setelah berjuang dan berkorban
         untuk membesarkan kedua cucunya, Nermi tetap saja hidup sendiri di masa tuanya(kiri)

      - Karena rumah dan harta bendanya telah habis terjual, maka Nermi menempati rumah adiknya
         yang tidak lagi dipergunakan. (kanan)

Berdagang Pakaian Bekas

Hidup sebatang kara tidak membuat Nermi menyerah. Di usianya yang telah lanjut, wanita asli Pabayuran, Bekasi ini tetap gigih mencari nafkah. Nermi berdagang pakaian-pakaian bekas sisa impor dan barang-barang kebutuhan rumah tangga lainnya, seperti piring, gelas, dan kain. Kampung demi kampung ia susuri untuk menjajakan barang dagangan milik orang lain dengan sistem bagi hasil. Setiap pagi, jarak kurang lebih 20 km mesti ia tempuh dengan berjalan kaki. “Kalau naik ojek, pulang pergi bisa 4 ribu. Itu kalo untung, kalo nggak?” jawabnya tegas ketika ditanya mengapa tidak menggunakan angkutan umum atau ojek. Terlebih, dalam sehari belum tentu Nermi mendapatkan pembeli. Tak heran jika Nermi sering makan nasi hanya dengan garam saja.

Beruntung Nermi memiliki tetangga-tetangga yang baik. Setiap bulan ada saja yang memberinya beras, teh, gula, minyak, dan kebutuhan sehari-hari. “Yah nggak disayang ama cucu, tapi lebih banyak yang sayang sama saya, orang lain,” kata Nermi menghibur diri. Nermi percaya, meski darah daging yang dikasihi dan menjadi harapan di masa tuanya tidak bersikap semestinya, akan selalu ada orang-orang baik yang menjaga dan melindunginya.

Kegembiraan Nermi makin bertambah. Siang itu, Rabu, 28 Mei 2008, Nermi mendapat bantuan pengobatan dan beras sebanyak 20 kg. Bertempat di Koramil 713/Pabayuran, Bekasi, bukan hanya Nermi saja yang menerima bantuan, tapi juga ribuan warga Kecamatan Pabayuran lainnya. Kegiatan bakti sosial yang digagas Kodam Jaya dan bekerjasama dengan komponen bangsa ini dilakukan dalam rangka Peringatan 100 Tahun Hari Kebangkitan Nasional. Yayasan Buddha Tzu Chi sendiri ikut ambil bagian dengan menyediakan 24 ton beras dan sejumlah relawannya untuk mendukung kegiatan ini. “Perasaan senang, girang aja hati. Bisa makan, punya beras tenang gitu. Bisa buat sebulan lebih,” ujar Nermi yang juga ikut berobat. “Tangan suka pegel-pegel. Ngider aja keliling-keliling kampung, megang payung dan dagangan,” tukas Nermi.

 

Ket: - Di rumah milik adiknya inilah Nermi (70) menghabiskan sisa-sisa umurnya seorang diri. Untuk
         menghidupi dirinya, Nermi berdagang pakaian bekas berkeliling kampung dengan berjalan kaki. (kiri)

      - Selain anggota TNI dan relawan, para anggota Pramuka juga ikut berpartisipasi dalam bakti
         sosial dalam memperingati 100 Tahun Kebangkitan Nasional. (kanan)

Membangkitkan Kepedulian

Menurut Pangdam Jaya, Mayjen. TNI Suryo, tujuan kegiatan ini adalah mengajak masyarakat Indonesia peduli kepada sesama. “Berbagi kepedulian, rasa, dan penghasilan. Karena hanya dengan cara-cara seperti inilah kesulitan hidup dapat teratasi,” kata Suryo. Dalam bakti sosial ini, tercatat sebanyak 1.200 orang menerima pengobatan umum (batuk, flu, dan penyakit kulit), sunat sebanyak 80 anak, dan beras sebanyak 2.400 karung.

 

Ket: - Selain pembagian sembako, warga Kecamatan Pabayuran juga bisa mendapatkan pengobatan gratis dan
         sunatan masal dalam bakti sosial dalam rangka Peringatan 100 Tahun Kebangkitan Nasional yang diadakan
         Kodam Jaya bekerja sama dengan Walubi, Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. (kiri)

      - Sebanyak kurang lebih 1.500 warga Kecamatan Pabayuran, Kabupaten Bekasi mendapatkan sembako,
         pengobatan gratis, dan sunatan masal dalam bakti sosial Peringatan 100 Tahun Kebangkitan Nasional.(kanan)

Meski berbatasan dengan DKI Jakarta, nyatanya Kabupaten Bekasi, khususnya Kecamatan Pabayuran, masyarakatnya banyak yang hidup di bawah garis kemiskinan. “Kegiatan ini akan kami lanjutkan untuk mengentaskan kemiskinan di daerah kami,” kata Bupati Bekasi, Sa’duddin. Dengan banyaknya pihak yang peduli dan bekerjasama dalam membantu sesama, maka mewujudkan kehidupan yang aman, damai, dan sejahtera bukanlah suatu hal yang sulit untuk diwujudkan.

 

Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia
Telp. (021) - 6016332, Fax. (021) - 6016334
Copyright © 2005 TzuChi.or.id