Peta Situs | Komunitas Tzu Chi | Links  
Tentang Kami | Berita Tzu Chi | Misi & Visi | Cara Berpartisipasi | Jadwal Kegiatan | Inspirasi | Kantor Penghubung | Kata Perenungan
Berita Tzu Chi
 Amal
 Kesehatan
 Pendidikan
 Budaya Kemanusiaan
 Lingkungan
 Berita Lain
 Foto Peristiwa
Pesan Master
Tanpa mengerjakan sesuatu setiap hari adalah pemborosan kehidupan manusia, aktif dan berguna bagi masyarakat adalah penciptaan kehidupan manusia.
-- Master Cheng Yen  
Lihat Pesan Lainnya
Lain - lain
 Tzu Chi E-Cards
 Tzu Chi Wallpaper
 Tzu Chi Songs
 Tzu Chi Souvenir
 Hubungi Kami
 Forum Tzu Chi

 
Tanggal : 02/05/2009

Relawan Pemerhati RSKB

Belajar dan Bercermin dari Pasien

                                                                                                              artikel & foto: Juniwati Huang

Foto

* Kegiatan relawan pemerhati Rumah Sakit Khusus Bedah (RSKB) Tzu Chi sudah berlangsung sebulan. Hingga saat ini, tercatat 35 orang berpartisipasi aktif sebagai relawan pemerhati RSKB.

Hampir 1 bulan penuh kegiatan relawan pemerhati Rumah Sakit Khusus Bedah (RSKB) Tzu Chi berlangsung. Hingga saat ini, tercatat sejumlah 35 orang berpartisipasi aktif sebagai relawan pemerhati RSKB. Dengan bimbingan tim medis para dokter dan suster, serta Pembina RSKB, relawan menimba pengalaman yang sangat berarti bagi kehidupan mereka. Selain mempelajari teknis memandikan pasien, perawatan membersihkan dan mengobati luka pasien (diabetes) hingga menyuntikkan obat pasien, juga hal-hal yang bersifat administratif—para relawan mendapatkan pembelajaran mengenai kehidupan yang nyata.

Hidup lebih berwarna
”Saya seperti melihat adegan sinetron, banyak cerita kehidupan,” tutur Asien shijie (panggilan relawan wanita –red), salah seorang relawan pemerhati RSKB Cinta Kasih yang terkenal sangat piawai dalam menghibur pasien dengan tulus. Banyak pasien dengan penderitaannya masing-masing, namun Asien shijie terutama memperhatikan pasien lanjut usia yang umumnya nenek tua yang menderita diabetes dan tidak berkeluarga atau ’ditelantarkan’ oleh keluarganya. ”Ada seorang nenek, anaknya jarang sekali menjenguk, kalau bukan kita yang menyuapi, nenek itu bisa nga makan pagi karena tidak ada yang menemani, bibinya baru datang siang hari. Trenyuh sekali melihatnya,” cerita Asien tentang seorang pasien yang sangat berkesan baginya. Merasa bahwa mereka sangat membutuhkan perhatian, Asien terutama meluangkan waktunya untuk bersama mereka. Walaupun berinteraksi dengan pasien lanjut usia seringkali memberikan ujian kesabaran bagi Asien, namun lebih banyak manfaat yang dirasakannya sebagai relawan pemerhati, ”Saya seneng di sini, banyak hal yang membuat hati ini ’padat’, yang kosong menjadi terisi, melihat kehidupan orang lain yang demikian, hidup kita sepertinya jadi lebih bagus, lebih berwarna, lebih bersyukur.” Di samping mengenal cara lain untuk menolong orang yang membutuhkan, relawan lebih menghargai kehidupannya sendiri.

Menanam Karma baik
Beberapa pasien yang dirawat di RSKB adalah penderita diabetes yang umumnya perempuan lanjut usia. Relawan mendapatkan kesempatan untuk membantu membersihkan luka di tubuh pasien diabetes yang umumnya sudah sangat parah dengan lubang dan nanah. ”Aduh...., ada 1 pasien, lukanya parah banget, digerogotinnya sampe tulangnya kelihatan,” kenang Asien menceritakan pengalamannya saat mengobati luka pasien tersebut. Terpikir oleh Asien bahwa segala hal yang dialami setiap orang, tidak terlepas dari akibat perbuatan yang pernah dilakukan sebelumnya. Asien shijie menjadi semakin tersadarkan mengenai pentingnya untuk menanam karma baik. Kesadaran untuk menjaga kesehatan dirinya dengan baik juga semakin meningkat, ”Saya kok jadi agak takut makan nasi, maksudnya jadi berjaga-jaga biar ga diabetes.”

Melepaskan ego
Bagi Dessy, anggota Tzu Ching dalam tim relawan pemerhati RSKB, pengalaman membantu membersihkan luka pasien (diabetes) juga sangat berkesan, ”Saat melihat luka, kita dilatih bagaimana mengendalikan ego, tidak lari saat melihatnya atau mencium baunya, tidak merasa jijik.” Dessy sudah dapat melihat bahwa luka tersebut adalah bagian dari tubuh yang sama dengan komponen dalam tubuh kita. Pandangan demikian membantunya menyikapi pemandangan yang umumnya dianggap kurang menyenangkan sebagai suatu hal yang alamiah.

 

Ket: - Dengan bimbingan tim medis para dokter dan suster, serta Pembina RSKB, relawan menimba pengalaman yang
         sangat berarti bagi kehidupan mereka.

Cerminan Bagi Diri
Refleksi sikap keluarga pasien yang positif ataupun negatif juga menjadi cermin bagi diri relawan. ”Kalau melihat kok ada anak begitu ga berbakti sama orangtua, saya sampe nasehatin, dan jadinya ingetin diri sendiri ga boleh seperti itu,” tutur Asien saat menceritakan kisah anak salah seorang pasien yang merasa terbebani dengan kondisi ibunya. ”Tapi ada juga yang anaknya baek banget, ga usah punya anak banyak-banyak, satu aja cukup kalau punya anak kayak gitu, sayang sama mamanya,” tambah Asien bersemangat menceritakan seorang anak yang setia menjaga ibunya di RS.

Inspirasi tidak hanya berasal dari rasa simpati terhadap penderitaan pasien, namun juga sikap positif dan keberanian dari diri pasien terutama dalam menghadapi penderitaannya patut menjadi teladan. Salah seorang pasien yang pernah dirawat adalah seorang tukang becak, yang membiarkan luka kaki yang tertusuk paku selama 5 tahun, demi menghidupi keluarga dengan terus mengayuh becaknya, hingga luka tersebut berkembang parah. Baginya, penghidupan keluarga jauh lebih penting dari kesehatan dirinya sendiri. Walaupun tampak kurang bijaksana, namun demikianlah pengorbanan seorang ayah karena keterbatasan finansial yang ada. ”Nah yang kayak gitu kita perlu tiru juga tu ya semangat bajanya,” tutur Asien saat mengenang kisah pasien tersebut.

Jalinan Jodoh dengan Bibit Bodhisatwa
Tidak hanya bagi para relawan, jalinan jodoh yang baik dengan keluarga pasien mengantarkan bibit Bodhisatwa baru dalam perjalanan tersebut. Saat pertama bertemu dengan Rossi, gadis remaja kelas 2 SMP di SMP 82 tersebut sedang menemani neneknya yang menjadi pasien di RSKB Cinta Kasih Tzu Chi. Bertepatan dengan masa liburannya, dengan rasa baktinya, Rossi menemani neneknya setiap hari di rumah sakit dan bahkan menginap di rumah sakit. Berbeda dengan keluarga pasien lain yang umumnya menampakkan kelelahan ataupun kesedihan, wajah gadis manis itu tampak selalu bersemangat dengan mata besarnya yang bersinar dan senyum di wajahnya tidak pernah lepas.

 

Ket: - Selaku Pembina RSKB, Oey Hoey Leng juga turut berpartisipasi aktif dalam pendampingan pasien. (kiri)
       - Dengan mendampingi pasien, di samping mengenal cara lain menolong orang yang membutuhkan, relawan menjadi
         lebih menghargai kehidupannya sendiri. (kanan)

Di usianya yang ke-13 tahun, Rossi telah mengukir prestasi dan menghasilkan pendapatan sebagai penyanyi di acara-acara istimewa para teman ataupun keluarga yang telah mengenali bakatnya. Satu-satunya anak perempuan dari Yanti ini menampakkan bakatnya sejak usia 5 tahun saat ia tampil naik ke atas panggung dan bernyanyi dengan inisiatifnya sendiri. Sejak itu, Rossi mengasah bakatnya secara otodidak, ”Anak itu paling jago nyanyi dangdut, emang uda bakat,” cerita sang Ibu.

Bertempat tinggal di Bambu Kuning, Rossi tinggal berempat dengan ibu, nenek serta pamannya. Sejak usia 3 tahun, ayah Rossi telah berpisah dengan sang ibu. Walaupun tanpa kasih sayang ayah yang cukup, Rossi tumbuh sebagai gadis remaja yang berjiwa sosial. ”Sejak kecil dia begitu, sangat aktif, dan suka sama hal-hal yang berbau sosial,” jelas Yanti saat anaknya sedang diberikan pelatihan menjadi relawan.

”Dulu waktu banjir besar, rumah saya sampai segini (menunjuk dagunya). Saya lihat banyak orang yang kesusahan, tapi mau nyumbang sesuatu ga mampu. Terus waktu kejadian tsunami di Aceh, lihat di TV, banyak korban, mau nyumbang apa bingung, ga mampu,” kenang Rossi melatarbelakangi keinginannya menjadi relawan pemerhati. Terinspirasi dengan para relawan pemerhati yang dilihatnya sejak menemani sang nenek di rumah sakit, Rossi pun menyanggupi kesempatan untuk menjadi relawan pemerhati. ”Kalau nanti ada jadwal nyanyi bagaimana, Ros?” tanya Ratna Shijie memastikan waktu Rossi. ”Bisa, bisa diatur,” jawab Rossi yang juga aktif dalam kegiatan paduan suara dan seni lukis dengan mantap. ”Saya di rumah juga palingan nonton TV, jadi waktunya lebih berguna kalau jadi relawan,” tambah Rossi meyakinkan relawan Tzu Chi. Menjadi relawan juga merupakan cara Rossi mewujudkan keinginannya untuk bersumbangsih. ”Ingin menyumbangkan sesuatu tidak mampu, jadi lebih baik mengorbankan diri (menyumbang tenaga –red),” ungkap Rossi dengan perlahan.

Menyambut keinginan Rossi berpartisipasi menjadi relawan pemerhati RSKB, Ratna Shijie memberikan sosialisasi relawan pemerhati khusus bagi Rossi sore hari, 30 April 2009. ”Oh, ini Master Cheng Yen, iya saya pernah lihat di Da Ai TV,” ungkap Rossi yang rupanya selalu menonton acara Da Ai TV, saat melihat foto Master Cheng Yen. Seusai sosialisasi, dengan antusias Rossi menyatakan keinginannya untuk langsung memulai kegiatan relawan keesokan harinya.

Ket: - Dengan pendampingan dari relawan, proses penyembuhan pasien dapat menjadi lebih cepat.

Melihat relawan Tzu Chi yang rata-rata tampak lebih dewasa darinya, Rossi sempat bertanya mengenai usia para relawan lainnya, seakan berharap memiliki teman relawan yang seusia dengannya. Saat mengetahui bahwa Rossi akan menjadi relawan dengan usia termuda, bukannya menyatakan keberatan, Rossi mengungkapkan sisi positifnya ”iya ga papa, justru bagus, bisa menambah wawasan,” tuturnya optimis. Rossi menutup pertemuan sore itu dengan menyatakan harapannya yang sangat mulia dan relatif langka bagi anak seusianya, ”Harapan saya menjadi relawan...., gimana ya ngomongnya? Mau jadi generasi muda yang berjiwa sosial,” simpul Rossi setelah menemukan kata-kata yang tepat dengan senyum cerianya. Di usianya yang masih sangat muda, Rossi telah memahami pentingnya memanfaatkan waktu dengan baik dan memiliki cinta kasih untuk membaktikan dirinya. Jika tidak dapat bersumbangsih dalam bentuk materi, tentunya kita masih dapat memberikan tenaga dan perhatian bagi pasien yang membutuhkan.

Selama 1 bulan program ini berjalan, baik pasien, keluarga pasien, tim medis maupun relawan memiliki kesan dan pengalamannya masing-masing. Banyak kisah yang belum terungkap. Namun yang pasti, para relawan pemerhati mendapatkan kesempatan untuk membuka mata mereka terhadap kenyataan hidup yang mungkin belum pernah terbayangkan sebelumnya. Beragam kehidupan pasien yang dapat menimbulkan berbagai perasaan simpati, syukur, haru, sedih, dan kagum sekaligus. Bersama-sama di dalam jalan ini, para relawan berjumpa dengan kisah yang menyentuh hati dan mengubah kehidupan mereka.

 

Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia
Telp. (021) - 6016332, Fax. (021) - 6016334
Copyright © 2005 TzuChi.or.id