Peta Situs | Komunitas Tzu Chi | Links  
Tentang Kami | Berita Tzu Chi | Misi & Visi | Cara Berpartisipasi | Jadwal Kegiatan | Inspirasi | Kantor Penghubung | Kata Perenungan
Berita Tzu Chi
 Amal
 Kesehatan
 Pendidikan
 Budaya Kemanusiaan
 Lingkungan
 Berita Lain
 Foto Peristiwa
Pesan Master
Tanpa mengerjakan sesuatu setiap hari adalah pemborosan kehidupan manusia, aktif dan berguna bagi masyarakat adalah penciptaan kehidupan manusia.
-- Master Cheng Yen  
Lihat Pesan Lainnya
Lain - lain
 Tzu Chi E-Cards
 Tzu Chi Wallpaper
 Tzu Chi Songs
 Tzu Chi Souvenir
 Hubungi Kami
 Forum Tzu Chi

 
中文繁體
Tanggal : 29 - 30/08/2008

Workshop Peranan Media Massa dalam Mendorong Budaya Bersih

Peran Media Massa Terhadap Lingkungan

                                                                      artikel & foto: Hadi Pranoto

Foto

* Wasiman, salah seorang warga RW 11 Kel. Warakas, Jakarta Utara sedang menjelaskan proses pengolahan sampah menjadi kompos dan barang bernilai guna ekonomis kepada para jurnalis, cetak dan televisi yang mengikuti workshop.

Mengapa para wartawan jarang membuat berita-berita tentang lingkungan? Mengapa berita atau artikel tentang lingkungan tidak seseksi (semenarik -red) berita-berita kriminal, politik, ekonomi, dan kehidupan artis? Itulah salah satu pertanyaan yang mengemuka dalam workshop “Peranan Media Massa dalam Mendorong Budaya Bersih Melalui UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengolahan Sampah”. Jawaban dari para jurnalis yang berasal dari berbagai media cetak dan elektronik ini cukup beragam, namun pada prinsipnya semua memiliki kesamaan, dimana berita-berita lingkungan kurang menjual di masyarakat.


Lebih mengejutkan lagi, banyak di antara para jurnalis dari media cetak maupun elektronik yang terpaksa harus “gigit jari” ketika liputan mereka yang bertopik lingkungan tidak dimuat atau ditayangkan hanya karena mengikuti selera pasar di masyarakat. “Padahal peran media massa sangat besar sekali dalam membentuk citra, komunikasi, informasi dan edukasi kepada masyarakat terhadap lingkungan,” kata Dida Gardera dari Kementrian Negara Lingkungan Hidup (KLH). “Perlu dibentuk forum-forum diskusi tentang lingkungan dengan mengundang para wartawan,” kata Marwan, dari Green Press. Sementara Paulus dari Suara Akar Rumput menghimbau agar lebih banyak lagi para wartawan yang meliput kegiatan-kegiatan dan aktivitas tentang lingkungan. “Supaya ada regenerasi terhadap wartawan-wartawan baru yang care terhadap lingkungan,” kata Paulus.

Dalam kesempatan itu juga muncul kendala yang dihadapi para wartawan yang sudah mendapatkan pelatihan dan care terhadap lingkungan, tapi harus dimutasi ke rubrik lain, seperti ekonomi, kriminal, dan politik. Hal ini menyebabkan wartawan yang sudah dibekali pelatihan-pelatihan tentang lingkungan menjadi sulit menulis artikel lingkungan. Untuk mengatasinya, ada sedikit tips dari Ferry A. Guanto, praktisi lingkungan dan sekaligus moderator yang menyampaikan bahwa isu lingkungan sebenarnya sangat menarik dan bisa mendapat tempat di masyarakat asal diliput dengan berbagai variasi. “Bisa dari sisi ekonomi, sosial, edukatif, politik, dan bahkan variasi dari ketiganya. Bisa bentuk artikel maupun feature,” ujar Ferry.

 

Ket: - Dihadiri oleh sekitar 30 jurnalis, workshop ini berlangsung selama 2 hari, 29-30 Agustus 2008. Pakar lingkungan
          Ir. Sri Bebasari hadir sebagai narasumber dan mengajak para wartawan untuk mensosialisasikan budaya bersih
          kepada masyarakat. (kiri)

     - Selain materi dari narasumber dan diskusi, para jurnalis juga melakukan kegiatan field workshop (kunjungan luar)
          ke wilayah Warakas, Priuk, Jakarta Utara, salah satu daerah percontohan kampung bersih di Jakarta. (kanan)

Diskusi Sekaligus Meninjau Langsung
Bertempat di Hotel Sheraton Media Jakarta, workshop ini diadakan sejak tanggal 29-30 Agustus 2008. Acara ini dihadiri oleh sekitar 30 wartawan/jurnalis dari berbagai media cetak dan elektronik di Jakarta, antara lain: Koran Tempo, Media Indonesia, Suara Karya, JAK TV, dan Metro TV. Selain dilakukan kelas-kelas diskusi, di hari kedua para peserta workshop juga diajak meninjau langsung ke lokasi-lokasi (field workshop) yang telah berhasil menerapkan program pengolahan sampah secara mandiri dan juga menciptakan komunitas dan lingkungan yang bersih dan sehat.

Kunjungan pertama adalah ke daerah Warakas, Jakarta Utara. Kesan gersang, kotor, bau, dan kurang aman yang melekat selama ini pada wilayah Warakas berubah drastis ketika kami (majalah Dunia Tzu Chi dan rekan-rekan wartawan lainnya) mengunjungi daerah yang memperoleh Juara I Lomba Kebersihan yang diadakan Unilever tingkat Jakarta Utara, dan akan bertarung dalam tingkat Propinsi mewakili Kodya Jakarta Utara. Hampir di setiap halaman rumah warga di RW 11 ini terdapat tanaman –umumnya ditanam dalam pot atau ember. Lingkungan yang bersih dan suasana “hijau” pun sangat terasa saat melintasi wilayah RW 11 yang dihuni oleh 600 keluarga atau 5.750 jiwa ini.

Menurut Eko Suratmo, awalnya tidak mudah mengajak masyarakat untuk peduli lingkungan seperti itu, tetapi dengan usaha dan kerja sama antar pengurus RT/RW secara terus-menerus, upaya itu akhirnya membuahkan hasil. “Betapa sulit, semua dana berasal dari swadaya masyarakat. Bantuan dari instansi pemerintah baru datang beberapa tahun ini dengan 2 mesin pencacah sampah,” kata Eko yang sudah menjabat ketua RW selama 5 periode. Selain menanam pohon, warga juga sudah memilah sampah rumah tangganya –organik dan non organik–, mengolah sampah organik menjadi kompos hingga membuat tas dan keranjang dari plastik pembungkus makanan dan sabun. “Selain menjaga lingkungan, kegiatan ini juga menambah penghasilan warga sekaligus membuka lapangan kerja baru,” kata Wasiman, koordinator di pengolahan kompos RW 11.

 

Ket: - Dari sisa-sisa sampah organik yang tidak bisa menjadi kompos inilah briket (bahan bakar seperti batu bara)
          dihasilkan oleh "Rumah Perubahan" milik pakar manajemen, Rhenald Kasali. (kiri)

     - Pekerja di "Rumah Perubahan" sedang menunjukkan proses pembuatan briket dari sampah organik kepada para
          peserta workshop. (kanan)

Setelah meninjau dan berdiskusi dengan warga Warakas, kami pun menyambangi “Rumah Perubahan” milik seorang pakar manajemen, Rhenald Kasali di bilangan Ujung Aspal, Pondok Gede, Bekasi. Di areal seluas + 3 hektar ini, selain ruang pertemuan juga terdapat kebun, kolam ikan, dan juga tempat pengolahan pakan ikan yang memanfaatkan hasil pembusukan sampah (magot/belatung) dengan sisa-sisa pembuatan nugget (ayam olahan).

Menurut Hidayat, pengelola Rumah Perubahan, mereka juga membuat sisa-sisa olahan sampah yang tidak terpakai dalam pembuatan kompos menjadi biomasa (energi setara batu bara). “Sekarang kami memasok ke Indocement biomasa ini untuk proses pembakaran semen,” kata Hidayat. Dengan konsep ini, selain memecahkan persoalan sampah dan lingkungan, Rumah Perubahan juga memanfaatkan cara ini dalam menanggulangi krisis energi yang tak terbarukan, seperti minyak tanah dan batu bara.

Ket: - Hasil pembakaran briket dari sampah organik ini tidak kalah dengan bahan bakar lainnya. Dengan briket ini, selain
          ekonomis, warga juga berpartisipasi dalam menjaga kelestarian lingkungan.

Tak kalah menariknya adalah konsep “Toko 3R” (Reduce=mengurangi, Reuse=menggunakan kembali, dan Recycle=mengolah kembali) yang akan dikembangkan oleh Rumah Perubahan kepada warga di sekitar lokasi pengolahan sampah. “Nantinya warga bisa membeli briket (bahan masak seperti batu bara dari olahan sampah –red), susu, dan kebutuhan pokok lainnya dengan menukarkan kertas koran ataupun plastik-plastik bekas,” kata Rhenald Kasali.

Mengajak masyarakat untuk mau peduli terhadap sampah memang tidak hanya lewat sanksi ataupun peraturan, tetapi juga bisa memberikan nilai ekonomis kepada warga. “Kekuatan UU No. 18 tentang Pengolahan Sampah ini bukanlah pada sanksi pidananya, tetapi pada insentif dan disinsentif yang akan diperoleh masyarakat jika mengolah sampahnya,” kata Tri Bangun L. Sony, Asisten Deputi Urusan Pengendalian Pencemaran Limbah Domestik dan Usaha Skala Kecil.

 

Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia
Telp. (021) - 6016332, Fax. (021) - 6016334
Copyright © 2005 TzuChi.or.id