Peta Situs | Komunitas Tzu Chi | Links  
Tentang Kami | Berita Tzu Chi | Misi & Visi | Cara Berpartisipasi | Jadwal Kegiatan | Inspirasi | Kantor Penghubung | Kata Perenungan
Berita Tzu Chi
 Amal
 Kesehatan
 Pendidikan
 Budaya Kemanusiaan
 Lingkungan
 Berita Lain
 Foto Peristiwa
Pesan Master
Tanpa mengerjakan sesuatu setiap hari adalah pemborosan kehidupan manusia, aktif dan berguna bagi masyarakat adalah penciptaan kehidupan manusia.
-- Master Cheng Yen  
Lihat Pesan Lainnya
Lain - lain
 Tzu Chi E-Cards
 Tzu Chi Wallpaper
 Tzu Chi Songs
 Tzu Chi Souvenir
 Hubungi Kami
 Forum Tzu Chi

 
中文繁體
Tanggal : 27/10/2008

Praktek Perdana Pemilahan Sampah di Sekolah Permai

Benih itu Kian Bertunas

                                                                      artikel & foto: Veronika

Foto

* Para relawan Tzu Chi memberikan pengarahan dan bimbingan kepada para siswa Sekolah Permai, mengenai pemilahan yang tepat sesuai dengan jenis-jenis sampah.

Apapun yang dilakukan dengan kesungguhan hati, tidak akan hilang dengan percuma. Meski tidak singkat, menumbuhkan kebiasaan peduli lingkungan sedari dini, kini bukan lagi sekadar wacana semata.

Sudah dua minggu berturut-turut (14 & 21 Oktober 2008), sejumlah relawan Tzu Chi He Qi Utara, mengadakan sosialisasi pelestarian lingkungan di Sekolah Permai, Pluit Karang Barat, Jakarta Utara. Dan sesuai dengan agenda yang telah direncanakan, tanggal 27 Oktober 2008, teori-teori yang telah diberikan tersebut, kini dipraktikkan langsung oleh para siswa SMP dan SMU Permai.


“Hari ini adalah hari pertama mereka membawa sampah dari rumah, dan memilahnya di sini,” ucap Ismu Nugroho, sambil menunjuk rentetan tong sampah Tzu Chi yang sudah berjejer rapi di tepi lapangan basket.

Satu-persatu para siswa berdatangan dengan beragam sampah di tangan mereka. Ada yang membawa koran, botol plastik, kardus, hingga kaleng bekas. Dengan bantuan para relawan Tzu Chi, mereka diberikan pengarahan yang benar mengenai jenis sampah, serta proses pemilahan.

“Masih banyak di antara mereka yang belum mengerti jenis sampah yang mereka bawa, jadi banyak yang salah memilahnya,” ucap Adenan, salah satu relawan.

Agar sampah-sampah yang dikumpulkan tidak menumpuk terlalu banyak, program peduli lingkungan ini dibagi ke dalam empat hari, yakni; Senin, Rabu, Kamis, dan Jumat. “Akan ada 10 relawan murid dan dua guru yang mengawasi berjalannya pemilahan sampah tersebut,” tambah Ismu.

Untuk mempersingkat waktu pemilahan, tidak jarang para murid sudah melakukan pemilahan di rumah mereka masing-masing. “Waktu pemilahan di sekolah mulai pukul 06.30 hingga 06.55, jadi untuk mempersingkat waktu maka saya memilih untuk memilah-milah sampah tersebut di rumah, nanti setelah sampai di sekolah, tinggal ditaruh ke tempat sampah yang sesuai,” jelas Adela, salah satu siswi kelas 7B, yang mengaku, rumahnya juga termasuk salah satu donatur sampah untuk Tzu Chi, dari Komplek Muara Karang.

 

Ket: - Di pinggir lapangan basket inilah, tong sampah daur ulang Tzu Chi diletakkan untuk sementara waktu, agar lebih
          mudah dilihat dan disosialisasikan kepada para siswa Sekolah Permai. (kiri)

     - Tidak hanya menyayangi lingkungan, dengan melakukan daur ulang sampah, kita juga bisa membantu masyarakat
         yang membutuhkan dengan uang yang dihasilkan dari sampah. (kanan)

Karena Tahu, Kami Mau
Tidak pernah disangka sebelumnya, sosialisasi yang dilakukan oleh para relawan Tzu Chi, bisa memberikan pengaruh dalam jangka waktu yang cukup cepat, terhadap pembentukan kebiasaan tidak lagi menggunakan sumpit bambu bagi para siswa Sekolah Permai.

“Setelah kita mengadakan sosialisasi, keesokan harinya, salah satu anak relawan Tzu Chi yang kebetulan bersekolah di Sekolah Permai memberikan informasi bahwa, banyak murid yang memilih untuk beralih menggunakan sumpit plastik permanen dibanding sumpit bambu,” jelas Suriadi, salah satu relawan Tzu Chi.

Ditemui ketika jam makan siang, beberapa murid kelas 7 memang telihat tengah asyik menikmati makan siang mereka dengan menggunakan sumpit plastik.

Dah ga berani lagi pake sumpit bambu. Dulu kan kita tidak tahu, tapi setelah tahu kalau sumpit bambu ada ulatnya, dan berbahaya buat kesehatan, kayaknya mendingan pakai sumpit plastik aja deh,” ucap Elvi, salah satu siswi kelas 7A. “Dan juga membantu mengurangi penebangan bambu,” sahut teman-teman Elvi kompak.

Kesadaran untuk mengurangi penggunaan sumpit bambu ini juga diperkuat dengan penuturan Atin, salah satu pemilik kantin di Sekolah Permai, “Sekarang kalau makan mi, anak-anak banyak yang minta pakai sumpit plastik, daripada sumpit bambu.”

Informasi mengenai keadaan bumi yang sungguh memprihatinkan juga menarik perhatian Elvi dan teman-temannya. Ia tidak pernah menyangka kalau bumi tengah berada dalam kehancuran. Hal inilah yang mulai menggerakkan Elvi untuk lebih bisa menahan diri untuk tidak lagi menggunakan sumber daya berlebihan.

“Sekarang jadi belajar hemat. Kalau mau beli barang dipikir beberapa kali, apakah benar-benar butuh, atau tidak,” jelas Elvi.

 

Ket: - Beragam sampah mulai dari kertas koran, botol plastik, hingga kaleng, yang dikumpulkan oleh siswa-siswi Sekolah
          Permai dipisahkan sesuai dengan jenisnya, agar bisa didaur ulang sehingga tidak mencemari lingkungan. (kiri)

     - Setelah mendapatkan penjelasan mengenai bahayanya penggunaan sumpit bambu, maka para siswa Sekolah Permai
         mulai beralih menggunakan sumpit plastik. (kanan)

Akhirnya datang juga
Berbeda dengan anak-anak yang baru saja berkenalan dengan Tzu Chi beberapa minggu terakhir ini, Lina salah satu pemilik kantin Sekolah Permai, seolah merasa seperti bertemu dengan teman lamanya.

“Sudah hampir dua bulan, saya menunggu relawan Tzu Chi yang rutin mengambil sampah di rumah saya, tidak kunjung datang. Tidak disangka, ternyata saya bertemu dengan Tzu Chi di sekolah ini,” ucap wanita yang sudah hampir dua tahun menjadi donatur sampah Tzu Chi.

Betapa senangnya Lina, ketika dirinya mengetahui bahwa Tzu Chi sudah bekerja sama dengan Sekolah Permai dalam program pelestarian lingkungan. “Kita memang harus mengajarkan anak-anak untuk mencintai lingkungan sejak dini. Dan sekarang, saya juga lebih mudah menyumbangkan sampah saya, karena di sini sudah ada tempat sampah dari Tzu Chi.”

Sampah yang disumbangkan oleh Lina berasal dari sampah rumah tangganya serta beberapa sampah dari kantin sekolah tempatnya bekerja. Bagi Lina, ia senang bisa menjadi donatur sampah Tzu Chi. “Tzu Chi tidak pernah membeda-bedakan agama, mereka membantu dengan cinta kasih. Saya belum mampu menyumbangkan dana yang besar kepada Tzu Chi, tapi dengan sampah ini, saya tahu saya juga sudah membantu mereka yang membutuhkan,” katanya.

Kepedulian ini pun, juga ia tularkan kepada anak-anaknya. “Hana Hikaru, anak saya yang masih berumur 8 tahun, kalau sedang jalan-jalan di mal, dan lihat botol plastik yang berceceran, ia pasti bilang ‘Ma, kita bawa pulang yah, untuk sumbang.’.”

Tidak hanya mengajarkan berbuat kebajikan kepada kedua anaknya, Lina juga sudah mulai menjelaskan pentingnya pemilahan sampah kepada beberapa karyawan yang bekerja di kantinnya. “Cici Lina mah ga malu-malu minta botol bekas sama anak-anak yang jajan. Dia bilang botol-botol itu mau disumbangin ke Tzu Chi, biar bisa bantu orang susah. Saya lihat Cici, yang sudah banyak uang aja masih mau buat itu untuk bantu orang, masa saya tidak,” tutur salah satu karyawan Lina.

Berita Terkait :
       - Awalnya Hanya Tong Sampah | 資源回收桶為慈濟及北邁學校 (14/10/2008)
       - Saatnya Kini Kita Berubah | 該是改變的時候 (27/10/2008)

 

Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia
Telp. (021) - 6016332, Fax. (021) - 6016334
Copyright © 2005 TzuChi.or.id