Peta Situs | Komunitas Tzu Chi | Links  
Tentang Kami | Berita Tzu Chi | Misi & Visi | Cara Berpartisipasi | Jadwal Kegiatan | Inspirasi | Kantor Penghubung | Kata Perenungan
Berita Tzu Chi
 Amal
 Kesehatan
 Pendidikan
 Budaya Kemanusiaan
 Lingkungan
 Berita Lain
 Foto Peristiwa
Pesan Master
Tanpa mengerjakan sesuatu setiap hari adalah pemborosan kehidupan manusia, aktif dan berguna bagi masyarakat adalah penciptaan kehidupan manusia.
-- Master Cheng Yen  
Lihat Pesan Lainnya
Lain - lain
 Tzu Chi E-Cards
 Tzu Chi Wallpaper
 Tzu Chi Songs
 Tzu Chi Souvenir
 Hubungi Kami
 Forum Tzu Chi

 
Tanggal : 09/11/2008

Gathering Anak Asuh Tzu Chi He Qi Selatan

Lebih Peka pada Penderitaan Orang Lain

                                                                                                  artikel & foto : Hadi Pranoto

Foto

* Minggu, 9 November 2008, 100 anak asuh Tzu Chi di wilayah He Qi Selatan berkumpul di kantor Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Selain mengenal dan memahami Tzu Chi, para anak asuh ini juga diajak bermain dan bergembira.

“Jadi anak asuh Tzu Chi itu nggak mudah, nilai kalian harus bagus. Mungkin kali ini rata-rata nilai yang diminta Yayasan (Tzu Chi) masih 7, tapi suatu saat yayasan meminta nilai rata-rata lebih tinggi, kalian sanggup?” tanya Rui Ing, relawan Tzu Chi sekaligus Ketua He Qi Selatan saat memberi pengarahan dalam acara gathering anak asuh Tzu Chi di wilayah He Qi Selatan. “Sanggup!“ jawab anak-anak serempak. “Kalau begitu kalian harus rajin belajar agar berhasil. Kalau sudah sukses, kalian juga harus berbakti kepada kedua orangtua dan berbuat kebajikan,“ tambah Rui Ing.


Menularkan Cinta Kasih
Minggu, 9 November 2008, bertempat di kantor Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, 100 anak asuh Tzu Chi di wilayah He Qi Selatan (Jakarta Selatan, Bekasi, Depok, dan sekitarnya) mengikuti acara gathering untuk mengenal lebih dalam tentang Tzu Chi sekaligus menjalin hubungan yang lebih erat antara anak-anak asuh dengan relawan Tzu Chi. Mengawali acara di pagi itu, Chi Ying, relawan Tzu Chi mengajak anak-anak untuk bersenam olimpic. “Supaya segar dan tidak mengantuk,“ katanya sambil bergurau. Sesudahnya, anak-anak asuh yang terdiri dari jenjang SD, SMP, SMA/SMK, dan universitas ini kemudian diperkenalkan akan sejarah Tzu Chi dan belajar isyarat tangan berjudul Ai De Xi Wang (Harapan Sebuah Cinta Kasih) serta memperagakannya bersama-sama para relawan.

Dalam kesempatan itu, para relawan Tzu Chi juga mencoba menumbuhkan rasa syukur dalam diri setiap anak asuh, sekaligus menularkan semangat berbuat kebajikan. “Jika setiap dari kalian mau menyisihkan uang jajannya, sehari seratus rupiah saja, maka berapa sebulan jumlahnya? Ini kalau dikumpulkan, maka akan bisa menolong anak-anak lain yang membutuhkan bantuan seperti kalian. Artinya, akan lebih banyak lagi teman-teman kalian yang bisa bersekolah lagi,“ kata Winarso, relawan yang bertindak sebagai pembawa acara. Sebuah tayangan tentang perjuangan berat anak-anak sekolah yang harus menyeberangi sungai setiap kali akan ke sekolah, diharapkan juga dapat memberi motivasi kepada anak-anak untuk lebih giat belajar. “Semangat kalian belajar harus 100 kali lipat dari anak-anak itu, “ pesan Rudi Suryana, relawan yang memberi materi tentang pentingnya bersyukur. Seperti pesan Master Cheng Yen bahwa manusia yang paling berbahagia di dunia adalah mereka yang bisa mensyukuri berkah yang mereka miliki.

 

Ket: - Setiap 5 anak asuh didampingi seorang relawan Tzu Chi. Dengan tekun, anak-anak mempelajari isyarat tangan
         Tzu Chi. Para anak asuh ini terdiri dari berbagai jenjang pendidikan, seperti SD, SMP, SMA/SMK, dan universitas. (kiri)

     - Sebagai tanda kasih dan perhatian, seusai acara, seluruh anak asuh Tzu Chi di wilayah He Qi Selatan ini
         menerima bingkisan dari relawan Tzu Chi. (kanan)

Tahu Gimana Rasanya Dibantu
Bagi Mira Milana, pertemuan dengan relawan Tzu Chi dan anak asuh lain seperti dirinya sangatlah berarti. Menurut mahasiswi semester pertama Akademi Kebidanan Bhakti Mitra Husada ini, selain menambah persaudaraan, ia pun mendapatkan pelajaran bagaimana rasanya bersyukur. “Ternyata masih banyak orang-orang yang lebih susah dari keluarga kami,“ ujar gadis yang sudah menjadi anak asuh Tzu Chi sejak kelas 2 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) ini.

Mira sendiri merasa bersyukur dapat menjadi anak asuh Tzu Chi. Kala itu, ia sudah hampir putus asa lantaran tunggakan iuran sekolahnya tak kunjung dibayar oleh orangtuanya. “Waktu itu kondisinya dah kritis banget. Saya malu dipanggil terus sama TU (Tata Usaha –red),“ kata Mira mengenang. Sebenarnya, yang membuat Mira dan kedua saudaranya harus menunggak bayaran adalah karena ayahnya yang mengidap penyakit diabetes harus dirawat di rumah sakit akibat ginjalnya terganggu. Ayah dan ibu Mira sendiri berdagang kue basah dan kering untuk membiayai kebutuhan keluarga. Karena ayahnya di rumah sakit memerlukan banyak biaya, otomatis segalanya didahulukan untuk membiayai pengobatan ayahnya. “Makanya uang sekolah kami pada nunggak,“ kenang Mira getir.

Dalam kondisi yang tertekan, secara kebetulan relawan Tzu Chi mengadakan kunjungan ke salah satu pasien yang ditangani Tzu Chi di rumah sakit yang sama, RS Fatmawati. “Waktu itu ibu saya tanya, bisa nggak Tzu Chi bantu biaya pendidikan? Sama relawan itu dijawab bisa, dan ibu saya disuruh mendaftar ke kantor Tzu Chi,“ terang Mira. Bermodalkan tekad untuk meneruskan sekolah, Mira dan ibunya pun mendatangi kantor Tzu Chi. Setelah melalui proses seleksi yang ketat –nilai rata-rata harus di atas 7– oleh pihak Tzu Chi, akhirnya Mira pun diterima menjadi anak asuh Tzu Chi. “Bahkan kakak dan adik saya juga diterima permohonan beasiswanya,“ kata Mira senang. Kakak Mira, Ahmad Ardiansyah kini duduk di semester 3 Universitas Budi Luhur Jakarta, sedangkan adiknya Dika Darmawan masih duduk di bangku kelas 3 SMK.

 

Ket: - Mira Milana yang menjadi anak asuh Tzu Chi sejak duduk di kelas 2 SMK ini sangat merasakan bagaimana rasanya
         ditolong. Mahasiswi Akademi Kebidanan ini pun berniat membalas dengan berbuat kebajikan kepada orang lain
         setelah lulus. (kiri)

     - Dengan tertib dan rapi, anak-anak asuh menyantap hidangan makan siang yang telah disediakan relawan Tzu Chi.
         Untuk mensyukuri jerih payah petani yang menanam beras, siang itu tak ada sebutir nasi pun yang tersisa. (kanan)

Ayah Mira sendiri akhirnya tidak dapat tertolong lagi dan meninggal dunia pada tahun 2004. Maka, sejak itu yang menjadi tulang punggung keluarga hanyalah ibunda Mira saja. “Ibu tetap dagang kue. Kadang kalau lagi banyak pesanan dapatnya lumayan, tapi kalau lagi sepi ya sedikit,“ kata gadis berumur 20 tahun ini. Meski begitu, sang ibunda tetap gigih berusaha agar putra-putrinya dapat terus melanjutkan sekolah. “Untuk biaya sekolah dan kuliah memang ditanggung, tapi untuk transport sehari-hari tetap dari ibu,“ jelas Mira. Tidak hanya berpangku tangan, Mira pun ikut membantu ibunya membuat kue setiap hari. Bahkan, untuk meringankan beban ibunya, Mira mengajar les anak SD di dekat rumahnya. Sebagai imbalannya, setiap bulan Mira menerima tambahan uang saku sebesar Rp 50.000,-. “Lumayan, bisa buat tambahan keperluan kuliah,“ ujar Mira bersyukur.

Sebagai orang yang dibantu dan pernah merasakan kondisi terlepas dari kesulitan yang menghimpitnya, Mira sangat setuju dengan ide menabung dalam celengan bambu bagi anak-anak asuh Tzu Chi seperti dirinya. “(Saya) setuju, supaya anak-anak yang tertolong pendidikannya semakin banyak lagi,“ tegasnya. Mira sendiri sudah memiliki celengan bambu dan berjanji akan menyerahkan kepada Tzu Chi setelah penuh terisi. “Ibu juga kalau ada rezeki suka dana ke Tzu Chi,“ tambah Mira. Merasakan sulitnya hidup dan mendapatkan pertolongan orang, membuat Mira juga bertekad untuk melakukan hal yang sama jika ia telah lulus menyelesaikan studinya, menjadi seorang bidan. “Siapapun yang datang ke saya, walaupun kondisinya gimana dan nggak bawa uang sekalipun, saya tetap akan menolongnya,“ kata Mira berjanji.

 

Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia
Telp. (021) - 6016332, Fax. (021) - 6016334
Copyright © 2005 TzuChi.or.id