Raja Kera
|
Sekelompok kera bersama-sama pergi meninggalkan tempat tinggal
mereka dan secara tidak sengaja memasuki kebun buah-buahan Kaisar.
Bagaimana Raja Kera menyelamatkan mereka?
Pada suatu ketika, sekelompok kera tinggal jauh di dalam hutan
di sebuah daerah pegunungan. Hutan itu menyediakan semua kebutuhan
mereka; pohon-pohon yang menghasilkan berbagai jenis buah, hasil
panen yang melimpah ruah, dan aliran sungai yang menyuburkan pegunungan.
Musim yang berganti dengan teratur membuat tempat tinggal mereka
terjaga dengan baik. Di bawah kepemimpinan Sang Raja Kera, para
kera hidup bersama dengan damai dan harmonis.
Tapi pada suatu ketika, hujan berhenti turun. Musim berlalu tanpa
ada perubahan, dan beberapa tahun kemudian, tempat tinggal mereka
yang dulunya hijau subur berubah menjadi tandus kecoklatan. Hutan
itu tidak lagi menghasilkan makanan yang cukup buat mereka. Merasa
tidak ada pilihan, sekelompok kera pun memutuskan untuk keluar
secara diam-diam dari tempat tinggal mereka untuk mencari makan.
Pada suatu hari, kera-kera itu sampai di sebuah kebun yang penuh
dengan buah-buahan. Buah-buahan yang matang, segar dan ranum terlihat
menggantung di setiap cabang pepohonan. Didorong oleh rasa lapar
yang luar biasa, kera-kera itu berlarian menuju kebun buah dan
memakan dengan lahap buah-buahan yang ada. Kera-kera itu tidak
mengetahui bahwa itu adalah kebun buah kesayangan milik kaisar.
|
Melihat kekacauan ini, pengawal kaisar segera
melapor pada kaisar bahwa penyusup yang tak dikenal sedang menjarah
kebun buahnya. Berita itu membuat kaisar marah dan memutuskan
untuk menghukum para penjarah itu. Dia lalu memerintahkan para
pengawalnya untuk menutup kebun buah dan memastikan bahwa tak
ada satu pun penyusup yang boleh lolos.
Pada waktu yang bersamaan, Raja Kera menyadari bahwa beberapa
anggota kelompoknya hilang. Dia lalu mengumpulkan kera-kera yang
masih tertinggal dan pergi mencari kera-kera yang hilang. Akhirnya,
mereka sampai di kebun buah milik kaisar dan menemukan kera-kera
yang hilang itu terperangkap di dalam kebun.
Raja Kera pun memerintahkan kera-kera yang lain untuk kembali
ke gunung dan mengumpulkan tumbuh-tumbuhan merambat yang panjang
dan kuat. Setelah tumbuhan merambat itu disatukan menjadi seutas
tali, dia melempar salah satu ujungnya ke dalam kebun buah. Dia
pun memerintahkan kera-kera yang terjebak di dalam untuk bekerja
sama mengikatkan ujung tali di salah satu pohon. Namun, ketika
dia berusaha mengikat ujung tali yang ada di sisinya ke sebuah
pohon, tali itu tidak cukup untuk diikatkan ke pohon itu. Akhirnya,
Raja Kera mengikat tali itu pada dirinya sendiri. Dengan segenap
kemampuannya, dia menggenggam erat sebuah dahan pohon, untuk membuat
jalan keluar bagi kera-kera yang terperangkap di kebun buah itu.
Satu persatu, kera-kera itu memanjat ke tali untuk menyelamatkan
diri. Secara bertahap, badan mereka pun bergelayut pada lengan
Raja Kera hingga akhirnya bahu Raja Kera terkilir. Meskipun menahan
rasa sakit yang tak tertahankan hingga dia harus mengatupkan giginya
menahan sakit, Raja Kera tetap memegang tali sampai semua kera
terselamatkan.
Sesaat setelah kera terakhir terselamatkan, Sang Kaisar pun datang.
Dia sangat marah setelah melihat semua kera telah melarikan diri.
Namun sesaat sebelum Kaisar memerintahkan pasukannya untuk untuk
menangkap semua kera, Raja Kera pun melompat dan berlutut di hadapan
Kaisar.
Dengan menahan sakit di bahunya, Raja Kera memohon, “Kaisar
Yang Mulia, bertahun-tahun lamanya kekeringan melanda wilayah
kami sehingga makanan pun tidak tersedia lagi. Untuk bertahan
hidup, kera-kera ini pergi keluar untuk mencari makanan. Ini disebabkan
semata-mata karena saya seorang pemimpin yang miskin dan lalai
membimbing mereka secara layak sehingga mereka berani masuk tanpa
izin ke kebun buah Anda. Saya hanya bisa memohon agar nyawa saya
bisa ditukar dengan kebebasan mereka dan pemberian maaf dari Anda.”
Melihat Raja Kera itu tidak hanya terluka tapi juga memohon untuk
mengorbankan nyawanya demi rakyatnya, Kaisar tersentuh dan menyesali
perbuatannya. Dia berkata dalam hati, “Di hadapan saya ada
seekor hewan yang sedang memohon. Meski hanya seekor hewan, di
dalam hatinya terpancar cinta kasih yang luar biasa. Dia sangat
menyayangi kaumnya dan menghargai setiap kehidupan. Saya sebagai
seorang kaisar rasanya tidak sebanding dengan kera ini. Dapatkah
saya menyayangi semua manusia dan binatang dengan penuh ketulusan?”
Akhirnya dengan malu, Kaisar menjawab, ”Saya benar-benar
tersentuh dan malu oleh tindakanmu yang begitu mulia. Anda telah
mencerahkan pikiran saya dan menyadarkan saya bahwa saya harus
memerintah wilayah ini dengan bijaksana. Sebagai rasa terima kasih,
saya tidak hanya akan memaafkan rakyat Anda, tapi saya juga akan
menyediakan makanan yang cukup untuk mereka semua sehingga kalian
dapat hidup damai dan bahagia.”
Ketika kembali ke istananya, Kaisar menceritakan apa yang baru
saja dialaminya
pada permaisurinya. Cerita Kaisar membuat permaisuri meneteskan
air mata, dan ia menangis, “Bahkan hewan pun dapat memahami
makna cinta! Mengapa manusia terus-menerus berperang dengan sesamanya?
Pertikaian sesama umat manusialah yang telah menyebabkan kekacauan
di dunia ini.”
Setelah itu, bersama-sama dengan permaisurinya, Kaisar mulai memerintah
wilayah mereka dengan arif dan bijaksana. Beberapa tahun kemudian,
kerajaan tersebut hidup dalam kedamaian dan kemakmuran. Karena
tersentuh oleh kebijakan hati kaisar, para dewa pun memberkati
wilayah tersebut dengan iklim yang harmonis dan menghentikan semua
bencana alam. Kera-kera pun tak perlu mencari-cari makanan lagi.
Hati dan pikiran manusia amat mudah tergoda
oleh rangsangan dunia luar, benih ketamakan, kemarahan, khayalan,
kesombongan, dan keragu-raguan. Hal-hal tersebut menodai tubuh
dan jiwa manusia dan dapat mengakibatkan perbuatan jahat yang
menimbulkan penyesalan seumur hidup.
Dalam cerita ini, kelaparan yang diderita kera-kera menimbulkan
benih-benih ketamakan yang mendorong mereka bertindak ceroboh.
Ketika kaisar menyadari bahwa kebun buahnya dirampas, pikirannya
dipenuhi dengan rasa marah. Untungnya, kata-kata Raja Kera mencerahkan
sekaligus mengikis benih keserakahan, kemarahan, khayalan, kesombongan,
dan keragu-raguan Kaisar. Bukannya menghukum kera-kera itu, Kaisar
malah memberi mereka hadiah, dan kebijakannya dalam memimpin akhirnya
mendatangkan kebaikan bagi seluruh wilayah kerajaannya. Ini adalah
cara yang baik untuk menciptakan siklus kebajikan.
|