Sang Pertapa dan Sang Raja
Dahulu kala ada seorang putra mahkota. Ia sangat
akrab dengan adiknya. Setelah ayah mereka meninggal, masing-masing
dari mereka menginginkan untuk menyerahkan kekuasaan kepada satu
sama lain. Sang adik merasa kedewasaan kakaknya membuatnya pantas
menjadi raja yang berkuasa, tetapi kakaknya ingin menyerahkan
kekuasaannya sehingga ia dapat menjadi praktisi rohani.
Akhirnya, sang pangeran menyerahkan kekuasaannya
kepada adiknya dan meninggalkan kota kerajaan. Meskipun isterinya
tidak rela untuk menyerahkan kekuasaan dan kemewahan kehidupan
kerajaan, namun ia tidak mempunyai pilihan, selan harus mengikuti
suamnya. Mereka berkelana melewati gunung-gunung dan lembah-lembah
dan akhrinya menetap di lembah pengunungan. Di sana mereka memulai
hidup yang keras.
Suatu hari, sang pengeran melihat rakit yang
sudah rusak berlayar di sungai. Pria yang rebah di perahu itu
berteriak minta tolong. Tanpa banyak berpikir, sang pangeran menyeburkan
dirinya ke dalam air dan menolong pria tersebut, tampaknya pria
yang dipenuhi dengan luka-luka itu, adalah seorang narapidana.
Lengan dan kakinya patah karena hukuman atas kejahatan besar yang
di jatuhkan kepadanya.
Sang pangeran membawanya pulang dan dengan hati-hati
merawat lukanya selama berbulan-bulan. Namun, sepanjang masa tersebut
isteri sang pangeran mulai berselingkuh dengan narapidana yang
melarikan diri tersebut. Berhubung ingin bersama dengan pria itu
selamanya, membuat wanita tersebut mulai menyimpan pikiran jahat
di benaknya, dia berkata kepada narapidana itu, “Saya ingin
bersamamu, Kamu harus memikirkan cara untuk membunuh suami saya.”
Narapidana tersebut menjawab, “Tetapi suamimu
adalah orang yang sangat baik. Saya berhutang nayawa padanay.
Bagaimana mungkin saya melakkan tugas itu? Lagipula saya mengalami
kesulitan menggunakan lengan dan kaki saya.” Isteri pangeran
mengatakan, “Asalkan kamu berjanji pada saya, saya akan
memikirkan sesuatu.”
Keesokan harinya, isteri pangeran berkata kepada
suaminya, “Sayangku, kamu selalu pergi mengumpulkan makanan
untuk kita, ijinkan aku pergi menemanimu hari ini.” Sang
pangeran menyetujuinya.
Sewaktu mereka mencapai tepi jurang, sang isteri
memanggil suaminya, “Lihat, banyak sekali semangka liar
dan sayur-sayuran di sini!” baru saja sang pangeran melangkah
maju untuk melihat, si isteri mendorongnya dari belakang, sang
pengeran jatuh bergulingan menuruni gunung. Yakin akan kematiaannya,
sang isteri meninggalkannya pulang ke rumah.
Untunglah sebuah pohon di sisi gunung menopang
kejatuhan sang pangaran. Tersangkut di pohon dan tidak dapat bergerak,
ia terus berteriak mitna tolong. Sekelompok orang yang sedang
lewat melihat dia dan berusaha menolongnya.
Sekelompok orang tersebut sedang dalam perjalanan
untuk melakukan bisnis di negara lain, dan mereka membawa pangeran
yang terluka bersama mereka. Sewaktu mereka mencapai gerbang kota,
mereka melihat pengumuman kerajaan. Tampaknya raja disana sudah
tua dan sakit keras. Karena tidak mempunyai keturunan, sang raja
berharap warganya dapat mengusulkan calon yagn mampu dan bijaksana
untuk menduduki tahtanya.
Sekelompok pedagang tadi membaca pengumuman itu
dan menyimpulkan rekan mereka yang terluka cocok sekali dengan
kriteria yang diminta. Sepanjang perjalanan, sang pengaran mengajari
mereka. Sang pangeran memiliki karakter yagn mulia, ia jujur baik,
cerdas dan bijaksana. Jika ia berhasil menduduki tahta, ia akan
membuat peraturan yang mengharukan. Oleh sebab itu meskipun sang
pangeran menolak, para pedagang tersebut membawanya ke kerajaan.
Raja yang sedang terbaring sakit dipenuhi rasa
sukacita ketika melihat sang pangeran. Ia memegangi tangan sang
pangeran dan berkata, “Saya dapat mengaakan anda bukan orang
biasa, karena anda bukan orang biasa, karena anda tidak bergetar
dengan tawaran ini. Tapi coba pikirkan jika saya meninggal, siapa
yang akan mengawasi penduduk kerajaan ini? Saya mempercayakan
mereka kepadamu. Tolong jagalah mereka dengan baik demi saya.”
Begitu sang raja menyudahi perkataannya, ia pun
meninggal. Ratu sangat sedih, tapi ia bahagia melihat ada pengganti.
Ia berkata, “Kamu seperti anak saya sendiri. Saya dapat
bergantung dengan mu dan mempercayaimu untuk segalanya.”
Setelah sang pangeran menjadi penguasa, ia tidak melupakan kebaikan
almarhum raja. Ia mulai bekerja membebaskan kemiskinan di negaranya.
Bertahun-tahun telah berlalu, isteri sang pangeran
dan narapidana pelarian menjalani hidup yang sangat sulit di gunung.
Sewaktu sang isteri mendengar cerita orang tentang seorang raja
yang baik yang menolong orang miskin, ia memutuskan untuk memohon
pertolongan kepadanya. Lalu mereka meminta-minta makanan sepanjang
jalan menuju ke kota tersebut.
Akhirnya, ketika sang isteri bertemu dengan raja,
ia menyadari bahwa raja yang memimpin itu adalah suaminya yang
ia dorong ke dalam jurang. Penyesalan mendalam dan malu luar biasa
tiba-tiba menyelimutinya, sang praja juga mengenali siapa ia sebenarnya.
Ketika penduduk kota mengetahui apa yang pasangan
itu lakukan terhadap raja mereka, mereka ingin memasukan mereka
ke penjara dengan hukuman yang tidak ada batasnya. Tapi sang raja
berkata, “Saya hanya mempunyai satu permintaan dalam hidup
ini yaitu sayangilah seitap orang, saya rela untuk memaafkan orang.
Jadi biarkan mereka pergi.”
Namun, waktu sang ratu mendengar berita tersebut,
ia memerintahkan, “Kami tidak menyambut orang yang berzinah
dan orang yang tidak mulia di negara kami. Mereka patut di keluarkan
secepatnya. Tanah di negara kami tidak boleh di kotori oleh kaki
mereka.” Akhrinya mereka pun di urus oleh orang ramai, pasangan
terhina itu meninggalkan denga perasaan malu. Bahkan sewaktu mereka
berjalan keluar, jejak langkah kaki mereka dibersihkan oleh orang-orang.
|