Peta Situs | Komunitas Tzu Chi | Links  
Tentang Kami | Berita Tzu Chi | Misi & Visi | Cara Berpartisipasi | Jadwal Kegiatan | Inspirasi | Kantor Penghubung | Kata Perenungan
Berita Tzu Chi
 Amal
  Kesehatan
 Pendidikan
 Budaya Kemanusiaan
 Lingkungan
 Berita Lain
 Foto Peristiwa
Pesan Master
Tanpa mengerjakan sesuatu setiap hari adalah pemborosan kehidupan manusia, aktif dan berguna bagi masyarakat adalah penciptaan kehidupan manusia.
-- Master Cheng Yen  
Lihat Pesan Lainnya
Lain - lain
 Tzu Chi E-Cards
 Tzu Chi Wallpaper
 Tzu Chi Songs
 Tzu Chi Souvenir
 Hubungi Kami
 Forum Tzu Chi

 
Tanggal : 12/02/2009

Seminar Internasional “Menuju Relokasi yang Humanis”

Ini Bukan Hanya Tempat Tinggal

                                                                                                  artikel & foto: Veronika

Foto

* Seratus empat puluh lima peserta yang terdiri dari mahasiswa Universitas Indonesia, guru, wartawan, dan tim riset dari beberapa perusahaan, terlihat sangat antusias mengikuti setiap sesi seminar.

Kamis, 12 Februari 2008, masih dalam kegiatan Seminar Internasional “Menuju Relokasi yang Humanis”, di hari kedua, isi seminar lebih ditekankan kepada hasil penelitian dalam aspek sosial.


Indahnya Beradaptasi
Mengubah kebiasaan dan beradaptasi pada sesuatu hal yang baru, bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Hal ini juga terjadi pada warga Kali Angke ketika mulai menginjakkan kaki di Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi, Cengkareng, Jakarta Barat.

Mereka harus tinggal di sebuah gedung tinggi berlantai lima, bersama dengan beberapa keluarga lainnya. Tidak hanya itu, mereka juga harus menghadapi peraturan-peraturan yang terdapat dalam lingkungan perumahan. “Dulu, mereka tidak perlu turun tangga untuk membeli air,” tutur Eko A. Meinarno, S.Psi, M.Si, dalam presentasi penelitiannya yang berjudul “Adapting in High Rise Building”.

Tapi kini, warga Kali Angke harus beradaptasi dengan kondisi rumah yang sekarang. Dahulu, mereka memang tidak perlu naik turun tangga untuk membeli air atau makanan, tapi sekarang hal tersebut harus mereka lakukan. Untuk mencari uang pun mereka juga harus berusaha. Tidak seperti dulu, buka jendela, gelar gorengan dan mereka mendapatkan uang. Sedangkan di sini, mereka harus turun tangga, keluar perumahan, baru bisa mencari pekerjaan. Karena mereka membutuhkan uang untuk membayar sewa rumah, serta listrik.

“Yayasan Buddha Tzu Chi telah memberikan fasilitas yang baik kepada mereka. Sekolah, rumah sakit, masjid, pasar, dan fasilitas lainnya sudah tersedia dalam satu kompleks perumahan. Sekarang keputusan ada di tangan mereka, mereka harus bisa mensyukuri dan memanfaatkan semuanya, atau kalau memang mereka tidak bisa beradaptasi dengan semua itu, saya yakin masih banyak orang di luar sana yang masih memiliki semangat untuk berjuang,” jelas Eko mantap.

 

Ket: - Prof. Hsu Mutsu dari Universitas Tzu Chi Taiwan menyempatkan diri untuk berkomunikasi secara langsung dengan
         para mahasiswa dari UI. (kiri)

     - Seminar Internasional "Menuju Relokasi yang Humanis" dihadiri pula oleh Menteri Sosial, Dr Bachtiar Chamsyah.
         (kanan)

Sebelumnya, dalam presentasi yang diberikan oleh Prof. Dr. Sarlito W. Sarwono, beliau menuturkan bahwa secara umum memang sudah terdapat perubahan dalam kehidupan masyarakat mantan penghuni bantaran Kali Angke, “Mereka sudah mulai peduli dengan kebersihan. Warga juga sudah mulai teratur, mematuhi peraturan, dan yang membanggakan, anak-anak mereka sudah mulai memiliki habits yang lebih baik.”

Perubahan ini diakui bukanlah hal yang mudah untuk diciptakan. “Awal mereka pindah ke perumahan ini, sampah di mana-mana. Namun perlahan, kami mencoba mengajak mereka untuk melakukan kegiatan gotong royong membersihkan lingkungan. Para relawan Tzu Chi juga terjun langsung ke lapangan, dengan begitu mereka mulai belajar dan menghargai kebersihan,” ucap Sugianto Kusuma, Wakil Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia.

Meningkatnya kualitas kehidupan mereka menjadi lebih baik, bukan hanya dikarenakan campur tangan pihak Tzu Chi, tapi juga sikap proaktif para warga terhadap bantuan yang diberikan. Meskipun demikian, menurut hasil penelitian Sarlito, masih terdapat beberapa warga yang menganggap bahwa mereka adalah korban dari penggusuran, sehingga mereka memiliki ketergantungan kepada yayasan.

“Tzu Chi harus bisa mengurangi ketergantungan mereka. Faktanya, setelah mendapatkan pekerjaan di gudang hasta karya, maupun pekerjaan lain yang diberikan oleh pihak Tzu Chi, mereka masih belum memiliki sikap kerja yang baik. Oleh sebab itu, kita harus serius melakukan pembinaan kepada anak-anak mereka, sehingga menciptakan generasi yang lebih baik,” himbau Sarlito.

 

Ket: - Para peserta dengan tekun menyimak setiap materi yang dibawakan oleh pemateri. (kiri)
     - Di sela-sela kegiatan seminar, para peserta juga bisa melihat stan Tzu Chi dan Jing Si yang menjual buku-buku dan
         perlengkapan makan Tzu Chi yang ramah lingkungan. (kanan)

Pintu Gerbang Perubahan
Pendidikan yang diberikan oleh Tzu Chi kepada para warga mantan penghuni bantaran Kali Angke melalui Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi, ternyata telah memberikan banyak dampak positif bagi warga. Tidak hanya peningkatan pendidikan, para orangtua murid yang awalnya tidak memiliki kepedulian terhadap pendidikan, kini mereka bisa lebih aware (peduli) terhadap pendidikan putra-putri mereka.

Mereka mengakui, setelah anak-anak mereka bersekolah di Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi, banyak perubahan positif yang terjadi. “Anak-anak yang tadinya kasar dan cenderung kurang menghormati orangtua, sekarang menjadi lebih lembut, rajin belajar, dan lebih menghormati serta menyayangi mereka,” jelas Dwi Astuti, M.Si, salah satu anggota Tim Riset Tzu Chi.

Melihat perubahan ini, para orangtua kini cenderung bertahan untuk tinggal di Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi—mematuhi peraturan yang ada—karena demi pendidikan putra-putri mereka. “Di mana lagi mereka bisa memberikan pendidikan yang berkualitas dan terjangkau untuk anak-anak mereka selain di Sekolah Tzu Chi,” tambah Dwi.

Di saat yang sama, Helmi, salah satu guru di Sekolah Cinta kasih, juga menuturkan kebahagiaannya melihat perubahan pola pikir para orangtua. “Dulu, ketika anak-anak mereka tidak mau bersekolah, mereka hanya bisa pasrah menghadapi kenyataan. Tapi kini, mereka selalu memberikan semangat putra-putri mereka untuk terus bersekolah. Bahkan ada yang bilang kepada saya, kalau mereka ingin anak mereka menjadi guru seperti kami,” ucapnya tergetar.

Pendidikan telah menjadi salah satu gerbang perubahan bagi warga. Secara tidak langsung, pendidikan budi pekerti yang diberikan di Sekolah Cinta Kasih telah mengubah karakter anak Kali Angke menjadi anak-anak yang penuh dengan cinta kasih dan bertanggung jawab. Melalui perubahan generasi kedua Kali Angke, diharapkan dapat menuju kehidupan yang lebih baik.

 

Ket: - Menurut Dwi Astuti, pendidikan telah memberikan pengaruh positif kepada warga Kali Angke. "Mereka mau bertahan
         dan mematuhi peraturan Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi, demi kelangsungan pendidikan anak-anak mereka." (kiri)

     - Pembelajaran budi pekerti yang diberikan sejak dini sejak dini kepada para siswa siswi Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi
         diharapkan dapat membentuk karakter mereka untuk menjadi manusia yang lebih baik. (kanan)

Salah Satu Contoh Relokasi Humanis
Tidak hanya berlangsung satu arah, di dalam seminar hari kedua yang diikuti oleh 145 peserta ini juga terdapat sesi tanya jawab. Beberapa pertanyaan mengenai hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM) Universitas Indonesia dan Universitas Tzu Chi Taiwan terus terlontar.

Kegiatan seminar selama dua hari ini, diharapkan dapat menjadi ajang diseminasi hasil penelitian, sekaligus diskusi dengan para stakeholder, sehingga penelitian ini dapat memberikan manfaat yang nyata kepada setiap elemen masyarakat terutama bagi pengambil kebijakan agar memperhatikan penduduk marjinal dengan lebih humanis.

“Topik seminar ini sangat menarik. Seminar ini juga bisa menjadi referensi bagi mereka yang ingin membangun pemukiman untuk masyarakat. Segala aspek perlu diperhatikan. Tidak hanya sekadar rumah tinggal, Perumahan Tzu Chi bisa dibilang salah satu tempat penting bagi pembinaan karakter yang lebih baik,” tutur Delfiana, salah satu mahasiswi Universitas Indonesia.

Tidak hanya Delfiana, Sri Gusni Febriasari dan Anggita Putri, juga menuturkan hal serupa. “Satu hal yang sangat menarik dari Tzu Chi. Tidak hanya menerima bantuan, mereka (warga yang dibantu) juga bisa memberikan bantuan,” ucap mereka sambil mempraktikkan langsung perubahan tangan yang dari yang diberi menjadi memberi.

Berita Terkait :
       - Menuju Relokasi yang Humanis | 通往具有人文的住宅區 (11/02/2009)

 

Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia
Telp. (021) - 6016332, Fax. (021) - 6016334
Copyright © 2005 TzuChi.or.id