Peta Situs | Komunitas Tzu Chi | Links  
Tentang Kami | Berita Tzu Chi | Misi & Visi | Cara Berpartisipasi | Jadwal Kegiatan | Inspirasi | Kantor Penghubung | Kata Perenungan
Berita Tzu Chi
 Amal
 Kesehatan
 Pendidikan
 Budaya Kemanusiaan
 Lingkungan
 Berita Lain
 Foto Peristiwa
Pesan Master
Tanpa mengerjakan sesuatu setiap hari adalah pemborosan kehidupan manusia, aktif dan berguna bagi masyarakat adalah penciptaan kehidupan manusia.
-- Master Cheng Yen  
Lihat Pesan Lainnya
Lain - lain
 Tzu Chi E-Cards
 Tzu Chi Wallpaper
 Tzu Chi Songs
 Tzu Chi Souvenir
 Hubungi Kami
 Forum Tzu Chi

 
中文繁體
Tanggal : 15/09/2008

Kisah Pengusaha Kecil Mandiri

“Bisa Masak Sambil Kerja”

                                                                                                  artikel: Ivana & foto : Ivana & Agus Ulandari

Foto

* Sudah 19 tahun lamanya Sukanah, warga Perumahan Cinta Kasih Muara Angke mengakrabi mesin jahitnya. Kali ini mesin itu pula yang membuatnya membuka usaha kecil, menambah penghasilan untuk keluarganya.

Sudah hampir 2 tahun lamanya Nana Sukanah, warga Perumahan Cinta Kasih Muara Angke yang tinggal di Blok B3 nomor 1B merintis usahanya. Belum dapat dibilang usaha besar, pekerjanya pun baru ia seorang. “Sebelumnya ngejahit di tempat sodara. Kan sodara punya butik gitu ya, pesenan jahitan. Di sebelah, di pasar Muara Angke,” jelasnya.


“Pertamanya saya liat kasur-kasur sini (yang) jemurin pada ‘telanjang’ gitu, pada item-item. Trus saya kepikiran, ‘Kalo saya bikin ginian, laku nggak kira-kira?’ gitu,” ungkap Sukanah tentang muasal ia membuka usaha sendiri. Produk pertama bikinannya adalah pembungkus kasur dari bahan spanduk bekas. Kasur bisa dimasukkan ke dalam pembungkus berbentuk kantong besar itu, yang dilengkapi ritsleting sebagai penutup. Harga jualnya Rp 50 ribu per lembar untuk kasur ukuran besar dan Rp 25 ribu per lembar untuk ukuran kecil. Bahannya dibeli Sukanah secara kiloan dari Pasar Tanah Abang, Jakarta. Perlahan-lahan jenis pesanan mulai berkembang ke pelapis kasur atau seprai yang bahannya lebih halus dan mahal. Harga jualnya juga meningkat. Satu set pesanan seprai harganya Rp 150 ribu, lengkap dengan 2 pasang sarung bantal dan guling.

Sejak lahir Sukanah sudah tinggal di Jakarta. Ia memang penghuni di daerah Muara Angke. Minatnya terhadap jahit-menjahit dimulai saat mengikuti ekstrakurikuler di sekolah. “Tahun 98 kursus njahit pertama di ‘Yuliana’, waktu itu saya umur 19 tahun,” kenangnya. Waktu itu kursus 3 bulan cukup dengan Rp 75 ribu per semester. Tapi dari 3 tingkat pembelajaran, dasar-mahir-terampil, ia hanya sempat menyelesaikan tingkat dasar. “Saya keburu menikah,” kata ibu dari 4 anak ini.

Dengan keterampilan yang ada, Sukanah tetap bisa memperoleh penghasilan. Sekarang minimal ada 3 pesanan pembungkus kasur atau seprai yang diterimanya setiap bulan. Kalau sedang ramai, bisa sampai 10 pesanan. Kebanyakan dari warga Perumahan Cinta Kasih Muara Angke sendiri. Di samping itu, Sukanah juga menerima pesanan memasang payet pakaian pengantin, vermak celana atau jins, pasang ritsleting, dan pekerjaan jahit sederhana lain. Apalagi sejak 2 tahun lalu, perusahaan kaset tempat suaminya menjadi sekuriti, bangkrut. Hingga sekarang, suaminya lebih banyak beraktivitas di rumah. Uang yang dihasilkan dari jarum demi jarum jahitannya terasa semakin berarti.

 

Ket: - Pembungkus kasur dari bahan spanduk bekas adalah produk pertama yang mengawali usaha mandiri Sukanah.
         Ia mendapat ide ketika melihat para tetangganya yang sedang menjemur kasur di Perumahan Cinta Kasih Muara
         Angke. (kiri)

     - Soeharto dan Sukanah saling membantu dalam menyelesaikan tugas-tugas rumah tangga mereka. Suaminya sangat
         mendukung apa yang dilakukan Sukanah. "Asal membawa manfaat," katanya. (kanan)

Sukanah sangat menikmati kehidupannya saat ini, “Kalo kita kerja di orang kan ada waktu-waktu tertentunya dari jam sekian sampe jam sekian. Kalo di rumah kan sambil masak kan bisa kerja, kalo di orang lain kan nggak bisa.” Meski sekilas tampak santai, usaha ini tetap membutuhkan kerja keras. Sukanah bisa lembur sampai tengah malam sewaktu mengejar pesanan. Beruntung ia sudah punya 2 mesin jahit yang mendukungnya. Satu dibelinya sewaktu mulai kursus 19 tahun lalu, satu lagi dibeli belum lama. Hasil jahitannya diberi nama “Ismi Collection”, meminjam nama anak keduanya, satu-satunya perempuan.

“Terima kasih atas istri bisa punya kegiatan semacam usaha kecil-kecilan gitu. Kalo saya sih terserah ajalah, apa kemampuan istri terserah. Yang penting sedikit banyak ada manfaatnya, ada hasil,” dukung Soeharto, suami Sukanah. Saat pesanan sedang banyak, suaminya juga ikut bahu-membahu untuk urusan rumah, “Yang namanya kehidupan rumah tangga itu, sedikit banyaknya kita kerja samalah. Saling bantu membantu.”

Tak jarang Sukanah juga mengajak para tetangganya untuk membantu. Biasanya untuk pesanan memasang payet pada pakaian pengantin. “Tergantung berapa hari dia bantuin,” terang Sukanah tentang bagi hasil dengan tetangganya. “Saya bersyukurlah bisa kerja gini, walaupun baru untuk jajan-jajan anak atau buat sendiri. Pengen sih ningkatin lagi biar bisa dibikin usaha,” harapnya.

 

Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia
Telp. (021) - 6016332, Fax. (021) - 6016334
Copyright © 2005 TzuChi.or.id