|
Master Chengyen dilahirkan
pada tanggal 14 Mei 1937 (Imlek jatuh pada tanggal 24 Bulan
3), di Desa Qingsui, Kabupaten Taichung, Taiwan. Sewaktu
masih kecil beliau diangkat pamannya jadi anak dan mengikuti
paman beserta tante yang sebagai orangtua asuhnya pindah
menetap di Desa Fengyuan, Kabupaten Taichung. Berhubung
Ayahnya menjalankan usaha dalam bidang bioskop di beberapa
kota seperti: Taichung; Fengyuan; Qingshui; Tanzi dan
lain tempatnya, ditambah memang bawaan sifatnya cerdas,
lagi pula sebagai putri sulung, maka belum genap usianya
20 tahun, beliau sudah sanggup membantu menjalankan tugas
pekerjaan Ayahnya, disamping membantu mengurus pekerjaan
rumah-tangga. |
Jodoh Dengan Buddha.
Master memiliki kodrat luwes dan tulus serta
berbakti, di tahun 1952 saat beliau berumur 15 tahun, Ibunya menderita
acute gastric perforation (luka lambung akut) yang perlu dioperasi.
Pada jaman itu, pembedahan merupakan tindakan yang sangat membahayakan.
Oleh karena itu, Master senantiasa berdoa demi kesehatan Ibunya,
dan dengan tulus mengucapkan nama agung [Avalokitesvara], bahkan
berikrar: "Asalkan Ibu dapat disembuhkan, umurnya rela dikurangi
12 tahun dan ingin mulai menjalankan hidup bervegetarian agar
umur Ibunya bisa tambah panjang". Barangkali kebaktiannya
pada orangtua yang menyentuh Mahakuasa, Ibunya dibawah ketekunan
rawatan yang seksama dari Master, penyakit Ibunya dengan mukjizat
sudah sembuh tanpa dioperasi! Maka Master mulai bervegetarian
untuk memenuhi ikrarnya.
Bulan Juni 1960, Ayahnya yang masih produktif
dan merupakan sumber kehidupan yang sangat penting baginya, mendadak
meninggal dunia karena terserang penyakit, dari terjangkitnya
penyakit hingga meninggal dunia tidak memakan waktu lebih dari
24 jam, hal ini membawakan Master suatu pukulan batin yang sangat
hebat. Beliau bertanya pada diri bahwa sebenarnya hakikat kehidupan
ini datang dari mana dan setelah meninggal akan menuju ke mana?
Pertanyaan ini membuka titik perubahan kehidupan yang dicari-carinya,
sehingga Beliau kerap kali mengunjungi Vihara Ci Yun untuk mempelajari
ajaran Buddha kepada guru.
Justru di kurun waktu itu, Master menyadari bahwa
kehidupan sebagai seorang wanita yang mampu menjinjing keranjang
sayur dan berkuasa mengatur uang belum bisa disebut bahagia. Beliau
menganggap sebagai seorang wanita bila mampu memikul tanggung-jawab
masyarakat sama halnya seperti seorang pria dan memperluas kasih
sayang dan kepedulian kepada masyarakat untuk berpartisipasi hingga
meluas kepada setiap umat manusia untuk meningkatkan hati yang
[menyayangi keluarga] dari setiap orang hingga menjadi menyayangi
masyarakat dan semua makhluk, inilah kebahagiaan sejati.
Niat Master dalam upaya melepaskan diri dari
kehidupan duniawi sempat beberapa kali mengalami kegagalan, pada
tahun 1961, kebetulan di suatu kesempatan yang sangat berjodoh,
beliau memutuskan meninggalkan keluarga mejauhkan kehidupan duniawi,
beliau bersama seorang guru datang ke sebuah Vihara Wangmu yang
sangat bersahaja serta bobrok di gunung Luye di Kabupaten Taidong,
tanpa mencukur rambut membina doktrin agama Buddha. Di atas gunung
tanpa air dan listrik, tak ada beras tiada minyak, juga tidak
ada bantuan dari penduduk desa, di siang hari mereka berdua pergi
ke ladang memungut kacang tanah dan sayur yang tercecer dari hasil
panen para petani untuk dimasak dengan air tawar sebagai lauk
makanan, di malam hari mereka mengajar penduduk desa membaca kitab.
Di kala cuaca yang dingin, tidak ada baju mantel untuk mereka
menahan terpaan hawa yang menggigilkan, selimut tidurpun sudah
usang dan banyak lubang bekas sobek, mereka melewati hari dengan
susah dan penuh keprihatinan. Kendati demikian, tekad Master untuk
mempelajari dan memperdalam ajaran Buddha sedikitpun tak luntur.
Kemudian suatu ketika beliau meninggalkan Luye dan beberapa kali
mengalami kesulitan juga, yang pada akhirnya beliau datang dan
berdiam di Hua-lian, terjalinlah tali persahabatan dengan biarawan
tua setempat bernama Xu Congmin. Kala itu Master berusia 25 tahun
dan berhubung tidak ada guru yang memangkas rambutnya, maka Beliau
memotongnya sendiri.
Saat Vihara Lingji Taipei menyelenggarakan mimbar
sila-sila ajaran Buddha di bulan Pebruari 1963, Master memohon
Guru Dharma Yinsun agar menerimanya sebagai murid, Guru Dharma
berpesan kepada Master: "Sesudah menjadi Biksuni, anda harus
senantiasa bertindak demi Buddha dan semua makhluk!", Master
dianugrahi nama Buddhis [Cheng Yen] dengan nama kecilnya [Hui
Zhang].
Keterangan Gambar: Master
meninggalkan rumah melepaskan kehidupan duniawi dan datang ke
Vihara Wang-mu di gunung Lu-ye, di tempat ini, Beliau melewati
hari-hari yang memprihatinkan selama lebih dari dua bulan, maka
tekad Master untuk menjadi Biksuni untuk membina diri semakin
kokoh tertanam.
Setelah mendapat gemblengan kehidupan biksuni selama 32 hari dan
kembali ke Hualian, Master menetap dalam sebuah rumah papan kecil
yg berukuran kurang-lebih 4 meter persegi di belakang Vihara Puming
dekat desa Jiamin, Beliau mulai menekuni dan mempelajari makna
ajaran Sutra Lotus serta menghafal isi kitab tersebut setiap hari,
beliau menyalin satu bagian dari isi Sutra Lotus itu setiap bulan,
kemudian disebarkan kepada semua orang. Karena tidak menerima
bantuan, maka penghidupan yang dihadapi cukup sulit, oleh karena
itu, setiap kali bersembahyang, tiada sajian buah-buahan ataupun
bunga, kendati demikian, beliau tetap saja bangun jam satu setiap
pagi untuk mempelajarinya dan hasil yang didapatnya disebarkan
waktu sembahyang bulanan.
Bulan Oktober 1963, Master pindah ke Vihara Cishan di Hualian
memberikan ceramah Sutra Ksitigarbha selama sekitar 8 bulan, ternyata
menarik banyak peminat, banyak murid seniornya yang berada di
Griya Perenungan sekarang merupakan pengikut yang berjalin jodoh
dengan Master di waktu itu. Kemudian, Master mengajak beberapa
muridnya ini kembali mondok di Vihara Puming, sambil melatih diri
di ruang belakang. Waktu itu sudah masuk musim gugur di tahun
1964, Master dan para muridnya menetapkan ketentuan pelatihan,
antara lain :
1. Tidak mengadakan acara pembacaan doa untuk pihak luar; 2. tidak
mengadakan acara dharma untk pihak luar, 3. tidak meminta sumbangan,
semuanya diusahakan secara mandiri. Sampai saat ini, biaya pengeluaran
Griya Perenungan masih seperti semula yaitu dari hasil pendapatan
kerajinan tangan para murid dan sama sekali tidak menyentuh atau
mengunakan dana Tzu Chi satu senpun.
|
Tahun 1966, Guru Dharma Yinsun atas undangan
Universitas Kebudayaan Taipei untuk memberikan ceramah, waktu
itu tempat ibadah Miao yunlan di desa Jiayi tidak ada colon pengurus
yang tepat, maka Guru Dharma mengharapkan Master bisa mengajak
para murid ke Jiayi untuk menetap di sana. Namun, Master sudah
bertahun-tahun menetap di Hualian sehingga membuat kedua orang
lanjut usia dan 30 orang pengikutnya yang biasa mendampingi beliau
melatih diri merasa berat berpisah dengannya, mereka mengajukan
permohonan kepada Guru Dharma agar bisa tetap tinggal bersama
Master. Beliau menghadapi dilema tetapi berkat adanya ikatan jodoh,
akhirnya tetap tinggal di Hualian.
|